Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/01/2016, 15:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pekan lalu, Presiden mengundang petinggi Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan, dua partai yang kepengurusannya dilanda perpecahan, di Istana Merdeka, Jakarta. Hal itu dilakukan Presiden pada 11 dan 12 Januari 2016.

Pertemuan yang tidak terjadwal di agenda resmi Presiden itu memunculkan pertanyaan, mengapa pemerintah berkepentingan menyelesaikan konflik dua parpol itu?

Terkait dengan pertanyaan itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menuturkan, pemerintah berkepentingan membangun stabilitas politik nasional, apalagi tahun 2016 menjadi tahun percepatan kerja. Konflik di Golkar dan PPP dapat menghambat percepatan kerja pemerintah. "Demokrasi juga harus kondusif untuk percepatan pembangunan," kata Pratikno.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, logika berpikir seperti yang disampaikan Pratikno tersebut serupa dengan logika 'trilogi pembangunan' yang pernah didengungkan pada era Orde Baru.

Trilogi pembangunan itu adalah stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, serta pemerataan pembangunan. Berangkat dari hal itu, stabilitas politik dibutuhkan jika pemerintah ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen pada tahun ini.

Menurut Yunarto, upaya mendamaikan parpol yang berkonflik bukan hal yang buruk. Konflik tak hanya melelahkan pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga bisa membuat konstituen partai itu bisa pindah ke parpol lain. Pada saat yang sama, pemerintah tak mungkin terus menjadi penonton atas konflik partai yang terjadi.

Berbeda

Harapan agar konflik di Golkar dan PPP segera berakhir belum sepenuhnya terwujud. Seusai bertemu Presiden di Istana Merdeka, kedua kubu berkonflik, baik di Golkar maupun PPP, belum satu pemahaman.

Di PPP, misalnya, pengurus PPP hasil Muktamar Bandung 2011, Emron Pangkapi, menuturkan, kepengurusan PPP yang sah adalah kembali ke hasil Muktamar Bandung. Tugas kepengurusan itu kini adalah menyelenggarakan muktamar islah, paling lambat 2 x 14 hari terhitung mulai Selasa pekan lalu.

Namun, Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz mengatakan, muktamar islah tidak dikenal dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PPP. Faridz justru mengajak kubu Emron bergabung dalam kepengurusannya.

Sementara itu, Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie berpandangan, dualisme kepengurusan di Golkar sudah selesai dengan pencabutan SK Menkumham tentang pengesahan kepengurusan Partai Golkar Munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono serta putusan PN Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi Jakarta tentang keabsahan kepengurusan Golkar hasil Munas Bali.

Agung berpendapat, masih ada jalan untuk menyelamatkan masa depan partai lewat Mahkamah Partai Golkar (MPG).

MPG yang dipimpin Muladi, Jumat pekan lalu, memutuskan membentuk Tim Transisi Penyelesaian Konflik Internal Partai Golkar. Tim yang dipimpin Jusuf Kalla ini bertugas merumuskan rencana, persiapan, dan pelaksanaan Munas Partai Golkar sebelum Maret depan.

Terkait dengan masih adanya perbedaan pandangan ini, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, M Sarmuji, berharap ada kebijaksanaan dari pihak-pihak yang berkonflik.

"Menggeser posisi berpijak tidak berarti kehilangan kebenaran, justru akan membuka penyelesaian. Tidak ada kekuasaan yang harus dipertahankan dengan cara mengorbankan banyak orang," katanya. (Andy Riza Hidayat/C Wahyu Haryo)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Januari 2016, di halaman 4 dengan judul "Antara Istana, Golkar, dan PPP".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih Para Pemberani

Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih Para Pemberani

Nasional
Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Nasional
Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com