Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhan: Biar Saja Pengadilan Rakyat, sampai Habis Suaranya

Kompas.com - 13/11/2015, 18:22 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menganggap International People's Tribunal atau pengadilan rakyat terkait peristiwa 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, ilegal.

"Itu enggak benar, bukan legal," ujar Ryamizard kepada Kompas.com di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (13/11/2015).

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu tidak menjelaskan lebih detail terkait apa yang dimaksud sebagai aktivitas ilegal tersebut. Meski demikian, Ryamizard tidak mau menanggapi terlalu serius pengadilan rakyat tersebut.

"Biarin saja (pengadilan rakyat), sampai habis suaranya," ujar dia.

Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan penyelesaian perkara hak asasi manusia berat pada masa lampau. Semua keluarga korban diklaim Ryamizard setuju atas upaya itu. (Baca: Seorang Korban Kekerasan Seksual 1965 Berikan Kesaksian)

"Anak Aidit, Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, Daud Beureuh, semua sudah sepakat, yang lalu itu tidak boleh lagi ke depan," ujar Ryamizard.

Jika keluarga korban sudah sepakat untuk menyelesaikan perkara HAM itu melalui upaya rekonsiliasi di dalam negeri, Ryamizard mengatakan bahwa pengadilan rakyat itu semestinya tidak perlu digelar lagi.

"Ini orang yang enggak ada sangkut pautnya yang ribut. Yang bapaknya mati saja enggak ribut," ujar dia. (Baca: Ketua Komisi I: Pengadilan Rakyat Kasus 1965 Mendekonstruksi TNI)

Pengadilan rakyat atau International People's Tribunal atas kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada 1965 digelar di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November 2015.

Anggota panitia pengadilan rakyat, Reza Muharam, mengatakan, pengadilan itu digelar untuk membuktikan terjadinya "genosida selama periode 1965 hingga 1966" yang selama ini tidak pernah diakui negara.

Menurut dia, persidangan diikuti tujuh hakim dari kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia, dan praktisi hukum, termasuk mantan hakim mahkamah kriminal internasional untuk Yugoslavia. (Baca: Wapres: Tak Perlu Tanggapi Pengadilan Rakyat di Den Haag)

Para hakim itu, menurut dia, akan menguji alat bukti yang memuat keterangan 16 saksi peristiwa 1965, sekaligus data yang disusun sejumlah peneliti Indonesia ataupun mancanegara.

Terdapat sembilan dakwaan yang akan diuji oleh panel hakim dalam sidang tersebut, antara lain pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual pascameletusnya peristiwa 30 September 1965. (Baca: Kalla: Pemerintah Tidak Akan Minta Maaf untuk Kasus HAM 1965)

Reza mengatakan, pengadilan itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Yang digugat adalah tanggung jawab negara, dan tidak ada gugatan terhadap individu ataupun organisasi tertentu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com