Tingkatan ujaran kebencian bisa mulai dari pelecehan, menghasut, sampai mengajak orang untuk menumpas/membunuh orang lain.
Damar mencontohkan, pernah ada seorang pembicara yang memberi ilustrasi bahwa autis itu karena main gawai.
Menurut Damar, hal seperti itu sudah masuk ujaran kebencian pada mereka yang difabel di tingkat pelecehan.
Sang pembicara tersebut tidak sadar. Namun, jika hal seperti itu terus berlanjut dan dilakukan secara sadar serta ditujukan untuk menyakiti orang lain, maka sudah termasuk kategori pelanggaran berat.
Contoh ujaran kebencian lainnya adalah baru-baru ini seorang pengguna Facebook mengirim komentar yang sudah rasis dan menghasut.
Pengguna Facebook tersebut mengekspresikan kemarahannya dengan mengatakan ingin berburu dan menyembelih orang berdasar kebenciannya pada ras tertentu.
Menurut Damar, orang seperti itu bukan sedang menyatakan ekspresinya secara bebas, tetapi sedang melakukan kekerasan lewat ujaran kebencian.
Ujaran kebencian sering dicari-cari alasan pembenarannya, misalnya dikatikan dengan ketimpangan ekonomi.
"Tetapi itu tidak bisa dijadikan landasan tanpa mengaitkannya dengan aspek sejarah, politik, dan sosiologis," kata Damar. (Riana A Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di Kompas Digital edisi Kamis (29/10/2015) dengan judul "Pasca Edaran Polri Terkait Ujaran Kebencian, Warga Harus Ekstra Hati-hati di Media Sosial".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.