Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/10/2015, 15:09 WIB

Oleh: Yudi Latif

JAKARTA, KOMPAS - Hidup di negara ini, warga harus semakin terbiasa untuk berdamai dengan kebingungan.

Kata dan kebijakan penyelenggara negara ibarat cermin retak; setiap pecahan memantulkan kedirian yang terbelah, dengan pernyataan yang tidak saling bersambungan.

Program bela negara baru saja diluncurkan pemerintah, di tengah "pembiaran" negara, khususnya pemerintah, terhadap keselamatan jutaan warga yang terancam kepungan asap.

Isu utama dalam persoalan asap ini bukan ketidakmampuan pemerintah untuk memadamkan api, karena memang pekerjaan pelik.

Masalahnya terletak pada ketidakberdayaan pemerintah dalam menindak perusahaan barbar pembakar hutan (lahan) dan tidak sigap dalam manajemen krisis.

Pola berulang pembakaran hutan dan lahan setiap tahun dalam skala masif mengindikasikan betapa otoritas negara sebagai institusi kebajikan publik tunduk pada kekuatan jahat perseorangan.

Perilaku pemerintah, yang membiarkan jutaan warga berbulan-bulan terkepung asap, mencerminkan ketidakhadiran negara dalam penderitaan dan keterancaman rakyatnya.

Semua itu merupakan pelanggaran pemerintahan negara terhadap kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Dalam situasi kebencanaan, sesungguhnya pemerintah bisa mendorong tentara nasional untuk menunaikan tugas-tugas humaniternya.

Dan, dalam keadaan genting yang mengancam keselamatan jutaan warga, tentara bisa membuktikan makna kehadirannya bagi bela negara-bela bangsa.

Yang terjadi, ketika pemerintahan negara gagal mengemban kewajibannya dalam bela negara dan perlindungan bangsa, pemerintah justru menuntut warga untuk terlibat dalam program bela negara.

Dalam kasus ini, watak negara belum beranjak dari mentalitas otoritarianisme: hanya pandai meminta rakyat untuk menunaikan kewajibannya tanpa kesediaan negara untuk memenuhi hak-haknya.

Tentang program bela negara sendiri, ada hal yang perlu diluruskan. Memang benar, menurut Pasal 30 (1) Undang-Undang Dasar 1945, "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara."

Meski demikian, usaha bela negara tidaklah identik dengan wajib militer.

Pengertian bela negara yang lebih luas daripada wajib militer itu makin terasa relevansinya dalam era peperangan nonkonvensional, yang kerap disebut proxy war.

Dalam peperangan generasi terakhir ini, ancaman nyata atas ketahanan nasional tidaklah berasal dari serangan bersenjata, tetapi berupa serangan ideologis dan "kekuatan lunak" lain dengan menggunakan "pemain pengganti" untuk memengaruhi pusat-pusat pengambilan keputusan (the center of gravity) dan para pemuka pendapat (critical mass), yang diarahkan untuk memenuhi kepentingan "pemain-pemain" kuat (major powers).

Dalam peperangan nonkonvensional ini, sumber ancaman yang memiliki kapasitas untuk merongrong ketahanan nasional dan keselamatan warga bukan hanya berasal dari kekuatan aktor-aktor negara, melainkan juga non-negara (korporatokrasi).

Perkembangan ini juga memaksa kita untuk meninjau ulang pemahaman tentang keamanan (security).

Berakhirnya Perang Dingin, bersamaan dengan meluasnya pengaruh globalisasi peran aktor-aktor non-negara, pengertian tradisional tentang keamanan yang berfokus pada keseimbangan dan kapabilitas militer mulai bergeser menuju konsep baru mencakup "keamanan dari berbagai ancaman kronis yang ditimbulkan oleh hal-hal seperti kelaparan, penyakit, dan represi" dan juga "proteksi dari gangguan seketika dan menyakitkan dalam pola hidup sehari-hari".

Muncullah istilah human security (keamanan insani) yang secara luas dapat didefinisikan sebagai "proteksi individual dari pelbagai risiko terhadap keselamatan fisik dan psikologis, martabat, dan kesejahteraan".

Konsepsi keamanan insani mentransformasikan persoalan security dari pengertian tradisionalnya yang berfokus pada keselamatan negara dari ancaman militer menuju perhatian pada keselamatan orang dan komunitas.

Keamanan insani menjanjikan fokus pada individual dan masyarakat, tetapi lebih dari itu juga pada nilai dan tujuan, seperti martabat, kesederajatan, dan kerukunan.

Keamanan insani meliputi keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan lingkungan, keamanan personal, keamanan komunitas, dan keamanan politik.

Dengan pergeseran itu terbentanglah di hadapan kita medan bela negara yang amat luas. Setiap warga bisa mengambil peran berbeda dalam usaha bela negara sesuai dengan potensi, tugas, dan fungsinya.

Yang diperlukan adalah kemampuan untuk menyinergikan peran individual tersebut ke dalam kesatuan kepentingan dan ketahanan nasional dengan cara memperkuat kecerdasan kewargaan.

Kecerdasan kewargaan bisa dibangun dengan pendalaman dan perluasan wawasan Pancasila yang dikembangkan dengan semangat gotong-royong.

Praktik gotong-royong masih berjalan, tetapi acap kali dalam konotasi toleransi negatif, "tolong-menolong dalam kejahatan dan perusakan".

Gerakan revolusi mental harus menempatkan gotong- royong itu dalam konteks toleransi positif, "tolong-menolong dalam kebaikan dan pembangunan".

Semangat toleransi yang memadukan kemandirian dan kerja sama dalam menunaikan pelayanan publik dan kemanusiaan penuh tanggung jawab dan bermutu untuk kemuliaan hidup bersama.

Yudi Latif
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia; Pendapat Pribadi

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Oktober 2015, di halaman 15 dengan judul "Bela Negara di Tengah Asap".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com