Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Putusan MK Perlu Diikuti Perbaikan Kaderisasi Parpol

Kompas.com - 04/10/2015, 20:32 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon tunggal dalam pilkada serentak perlu diikuti perbaikan partai politik dalam melakukan kaderisasi. Parpol dituntut menghasilkan calon pemimpin yang memadai untuk diajukan dalam Pilkada.

"Memang perlu kami sambut baik (keputusan MK), tapi perlu ada evaluasi atau perbaikan terhadap kaderisasi parpol sehingga tetap bisa mensuplai calon yang memadai pada Pilkada berikutnya," kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Abdul Ghafar Karim. di Yogyakarta, Minggu (4/10/2015), seperti dikutip Antara.

Menurut dia, penundaan Pilkada seperti di Tasikmalaya, Blitar, dan Timor Tengah Utara karena hanya memiliki calon tunggal, tidak lain merupakan akibat masih minimnya kemampuan dan kemauan parpol dalam melakukan kaderisasi. (Baca: MK Putuskan Calon Tunggal Tetap Mengikuti Pilkada Serentak)

"Ketersediaan calon yang memadai untuk pilkada merupakan indikasi bahwa parpol masih lemah dalam melakukan kaderisasi," kata Abdul Ghafar.

Oleh sebab itu, untuk pelaksanaan pilkada serentak gelombang berikutnya yang akan dilaksanakan pada 2017, menurut dia, diharapkan tetap dapat menghadirkan calon yang memadai meski putusan MK telah membolehkan calon tunggal.

"Meski calon tunggal diperbolehkan, tapi partai sebaiknya tetap menghadirkan calon yang memadai," kata dia. (baca: Politisi PDI-P: Parpol Sekarang "Nyahok", Enggak Bisa Lagi Dapat Duit)

Sementara itu, dia menilai, putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu cukup demokratis.

"Karena dengan ditunda justru kompleksitas politik bertambah, dan keberlanjutan pembangunan daerah juga terhambat," kata dia.

Pilkada yang mengakomodasi calon tunggal, kata Ghafar, justru telah sesuai dengan adat atau kearifan lokal yang telah diterapkan di Indonesia sejak lama khususnya dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa yang memungkinkan calon tunggal melawan bumbung atau kotak kosong. (baca: Khawatir 'Banjir' Jalur Independen dan Minim Calon Parpol, UU Pilkada Diminta Direvisi)

"Apalagi selama ini kepala desa di banyak daerah yang dipilih dengan disandingkan dengan bumbung kosong tetap memiliki legitimasi dan berjalan lancar, tidak ada masalah," kata dia.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan sepasang calon saja (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".

Menurut MK, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak kepada masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan. (Baca: MK: Calon Tunggal Dipilih Melalui Kolom "Setuju" dan "Tidak Setuju")

Apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, maka calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Namun, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com