Junimart mengakui, dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD memang disebutkan bahwa Sekjen DPR bertanggung jawab kepada pimpinan Dewan. Namun, dalam kasus pelanggaran kode etik ini, menurut dia, aturan tersebut tak bisa diterapkan. Sebab, MKD adalah lembaga yang independen, tidak berada di bawah kesekjenan ataupun Pimpinan DPR.
"Kita mau konfirmasi saja mengenai dokumen perjalanan ke AS yang kita dapat dari Kesetjenan. Masa begitu saja sulit. Apa sih yang disembunyikan?" ujar Junimart.
Junimart mengatakan, jika sulit dalam memanggil orang-orang yang akan dimintai keterangan, MKD bisa saja menggunakan cara-cara represif bekerja sama dengan kepolisian. Namun, dalam pemanggilan Sekjen DPR ini, cara tersebut tidak dilakukan. MKD memilih untuk mendatangi kantor Winantuningtyastiti agar bisa meminta keterangannya tanpa harus izin terlebih dulu dari pimpinan DPR. Namun, Junimart keberatan dengan upaya "jemput bola" itu dan tak ikut memintai keterangan dari Sekjen DPR.
Sebelumnya, Ketua MKD Surahman Hidayat merasa tidak masalah jika MKD yang mendatangi kantor Sekjen DPR. Sebab, Sekjen DPR saat ini masih berstatus sebagai pemberi informasi, bukan sebagai saksi. Dalam kasus-kasus lainnya, MKD juga kerap mendatangi sumber informasi mereka.
"Kalau statusnya sebagai saksi (harus) dipanggil ke sini (ke ruang sidang MKD), tetapi ini sebagai sumber informasi," kata Surahman.