JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi pernah menyurati Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta agar delik korupsi tidak dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Eka Tjahjana saat mendatangi Gedung KPK.
"Inti dari surat itu menyatakan bahwa kalau bisa jangan ini dimasukkan dalam RUU KUHP, delik-delik yang terkait dengan tipikor," ujar Widodo di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/9/2015).
Widodo mengatakan, kedatangannya menemui pimpinan KPK untuk meminta penjelasan mengenai surat tersebut. Kemenkumham, kata dia, akan secara proaktif melibatkan stakeholder, seperti KPK, Polri, dan kejaksaan untuk membahas RUU KUHP tersebut. (Baca: Kemenkumham dan KPK Bahas Delik Korupsi pada RUU KUHP)
"Kita lihat perkembangannya bagaimana di pembahasan, kan sangat dinamis," kata Widodo.
Widodo mengatakan, KPK juga meminta harmonisasi undang-undang yang terkait dengan korupsi agar tidak terjadi persepsi ganda, misalnya UU mengenai tindak pidana korupsi dengan UU tindak pidana pencucian uang.
"Terkait dengan upaya bagaimana pencegahan dan pemberantasan korupsi. Prinsipnya, pemerintah tidak akan melemahkan KPK," kata Widodo.
Revisi UU KUHP-KUHAP merupakan inisiatif dari pemerintah yang telah diusulkan kepada DPR sejak periode 2009-2014. Saat ini, RUU itu masih dibahas antara Komisi III dan Kementerian Hukum dan HAM.
Rencana masuknya delik korupsi dalam RUU KUHP ditentang oleh sejumlah pihak, termasuk Indonesia Corruption Watch. Masuknya delik korupsi dalam RUU KUHP dianggap akan memangkas fungsi KPK, terutama untuk fungsi penindakan korupsi. (Baca: ICW: Delik Korupsi dalam RUU KUHP Akan Mengebiri Kewenangan KPK)
Fungsi penindakan KPK diatur secara khusus dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK. Dengan masuknya delik korupsi ke dalam KUHP, fungsi penindakan oleh KPK, seperti penyidikan dan penuntutan, akan dialihkan ke Polri dan kejaksaan.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pun mengkritik masuknya delik korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam Pasal KUHP. Menurut Prasetyo, jika demikian, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi otomatis kehilangan kekhususannya. (Baca: Delik Korupsi Masuk Revisi KUHP, Jaksa Agung Mengeluh ke DPR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.