Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Politik yang Setengah Hati

Kompas.com - 28/08/2015, 15:00 WIB

Oleh: Antony Lee

JAKARTA, KOMPAS - Ketika tahun lalu muncul wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD, masyarakat dan aktivis demokrasi menolak rencana itu. Pasalnya, pilkada langsung selama ini dianggap sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat. Sayangnya, pada pilkada langsung serentak tahun ini, kedaulatan rakyat itu seolah dibajak partai politik yang setengah hati mengajukan pasangan calon.

Kacung Marijan dalam Demokratisasi di Daerah: Pelajaran dari Pilkada Secara Langsung mengatakan, pemilihan eksekutif secara langsung muncul dengan semangat meminimalkan "pembajakan" kehendak rakyat oleh wakil-wakilnya di lembaga perwakilan. Pemilihan langsung membuat masyarakat punya kebebasan--kendati terbatas pada memilih calon yang muncul dari partai maupun perseorangan--untuk menentukan siapa yang akan menerima mandat mereka untuk jadi pemimpin.

Dengan kata lain, pemilihan langsung bisa mengurangi potensi distorsi antara calon yang benar-benar diinginkan masyarakat dan calon yang terpilih dalam pemilihan tak langsung. Sebab, dengan sistem perwakilan, bisa saja wakil rakyat memilih pemimpin yang jauh dari cerminan keinginan warga yang mereka wakili. Masih menurut Kacung Marijan, pemilihan langsung bisa berdampak positif terhadap pola pertanggungjawaban antara pemimpin dan pemilihnya. Bakal ada upaya pemimpin untuk memberikan program kerja yang baik untuk rakyatnya. Sebab, mereka khawatir bisa tak dipilih kembali pada periode kedua jika kinerjanya buruk.

Argumentasi ini berbanding lurus dengan ekspektasi publik. Jajak pendapat Litbang Kompas di 12 kota besar di Indonesia yang melibatkan 763 peserta menunjukkan, 91 persen responden menilai pilkada langsung lebih demokratis ketimbang pemilihan lewat DPRD. Sebanyak 84,1 persen menilai pilkada langsung menjaga kedaulatan rakyat dan 75,8 persen menilai pilkada langsung bisa menghasilkan kepala daerah berkualitas (Kompas, 15/9/2014).

Erric Fadhli, auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dalam tesisnya "The Recipe for High Health Spending; A Qualitative Comparative Analysis of Indonesian Districts (2015)", meneliti "peta" menuju belanja kesehatan daerah yang tinggi dengan memasukkan komponen pilkada langsung sebagai satu dari empat variabel independen yang berkontribusi pada pertumbuhan belanja publik bidang kesehatan.

Dengan data kuantitatif dari 295 kabupaten dan kota di Indonesia, ia mencoba membuktikan apakah benar pilkada langsung itu juga punya andil dalam belanja kesehatan yang tinggi. Beberapa literatur menunjukkan korelasi positif antara pilkada langsung dan belanja publik yang tinggi. Sayang, hasil penelitiannya menunjukkan dominasi peranan transfer langsung daerah dan tekanan sosial ketimbang pilkada langsung terhadap belanja kesehatan.

Kekurangan calon

Gambaran positif pilkada langsung ini tampaknya belum seutuhnya tecermin dari tahapan pencalonan pasangan calon. Sejak pendaftaran dibuka pada 28 Juli lalu, masyarakat seolah disuguhi "opera" politik. Muncul daerah-daerah yang tak punya minimal dua pasangan calon agar pilkada bisa terlaksana. Belum lagi membahas soal memilih calon yang terbaik, masyarakat sejak awal harus berhadapan dengan fakta pasangan calon yang hendak dipilih tak ada.

Pada penetapan pasangan calon, Senin (24/8), Komisi Pemilihan Umum mencatat, setidaknya ada tambahan tiga daerah yang kekurangan pasangan bakal calon, yakni Kota Denpasar, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menyebutkan, syarat pencalonan dari partai politik yang tak lengkap menjadi salah satu penyebab utama sebagian pasangan calon dinyatakan tak memenuhi syarat.

Di daerah itu, KPU daerah kembali membuka pendaftaran selama tiga hari. Jika tak ada tambahan bakal calon yang mendaftar dan lolos verifikasi berkas, pilkada bakal ditunda hingga putaran pilkada berikutnya tahun 2017.

"Ternyata saat ini partai politik sebagai fasilitator belum bisa menyediakan (pasangan calon) sesuai dengan harapan. Secara umum kita bisa mengatakan kelangsungan demokrasi kita di mana pemilih memilih sendiri calonnya dalam wujud pilkada langsung belum sepenuhnya terwujud," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, Senin.

Padahal, partai politik sudah mendapat banyak fasilitas dari pemerintah. Mulai tahun ini, kata Masykurudin, alat peraga kampanye didanai pemerintah daerah sehingga seharusnya bisa menghemat dana kampanye, baik calon maupun partai politik. Namun, kesempatan itu tak banyak disambut partai politik. Setelah penetapan calon, ada 91 daerah yang hanya punya dua pasangan calon.

Siti Zuhro, peneliti senior Pusat Penelitian Politik pada LIPI, melontarkan pertanyaan yang menohok. Apa pelajaran yang bisa diambil dari pelaksanaan pilkada serentak? Apakah bedanya dengan sekitar 1.000 pilkada hampir satu dekade terakhir? Menurut Siti Zuhro, semangat pilkada langsung itu seharusnya adalah pembelajaran demokrasi di tingkatan lokal. Namun, sayangnya perhitungan partai politik yang bisa dilihat masyarakat saat ini hanya soal menangkalah.

Belakangan muncul usulan agar melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang diatur mekanisme agar daerah dengan calon tunggal tetap bisa menjalani pilkada serentak, baik melalui kontestasi bumbung kosong maupun penetapan langsung. Namun, menurut Siti Zuhro, hal itu tak sesuai semangat pilkada langsung karena menghilangkan makna kontestasi. Solusi tersebut juga tak menyelesaikan persoalan karena belum menyentuh episentrum masalah, yakni partai politik.

Misalnya, saat regulasi mengadopsi calon tunggal melalui penetapan langsung, bukan tidak mungkin muncul "siasat licin". Ada pasangan calon dengan kemampuan finansial besar memborong "perahu" parpol sehingga tak ada calon lain yang bisa maju. Calon bisa melenggang santai menunggu ditetapkan sebagai calon. Masyarakat pun lalu hanya bisa gigit jari.

Kini diharapkan partai politik dan pemangku kepentingan lainnya bisa kembali ke khitah pilkada langsung, yaitu memberi kedaulatan kepada rakyat. Dengan demikian, rakyat bisa memilih calon terbaik. Tanpa itu, jangan-jangan kekhawatiran Siti Zuhro benar-benar terjadi, bakal ada pembusukan sistem pilkada langsung. Jika itu benar terjadi, tentu kini Anda tahu siapa yang harus bertanggung jawab.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2015, di halaman 5 dengan judul "Partai Politik yang Setengah Hati".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com