JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut hukuman lima tahun penjara terhadap Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta Sherman Rana Khrisna.
Sherman dianggap terbukti bersama-sama mantan Direktur Bursa Berjangka Jakarta Mochammad Bihar Sakti Wibowo menyuap mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya sebesar Rp 7 miliar. Suap itu untuk izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.
"Menuntut supaya majelis hakim memutus, menyatakan Sherman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan pidana lima tahun penjara," ujar Jaksa Haerudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (29/7/2015).
Selain dituntut lima tahun penjara, Sherman dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menganggap tidak ada hal meringankan yang dilakukan Sherman selama persidangan.
Sementara hal yang memberatkan, menurut jaksa, Sherman merupakan inisiator atau yang menyarankan Komisaris Utama PT Bursa Berjangka Jakarta Hassan Widjaja untuk menemui Syahrul.
"Terdakwa merupakan inisator untuk mengembalikan uang sebesar Rp 7 miliar tersebut ke brankas PT Indokliring Internasional guna menutupi seolah-olah uang tersebut tidak keluar dari PT Indokliring Internasional sehingga tidak ada pemberian terhadap Syahrul," kata Jaksa Haerudin.
Sherman juga dianggap menjadi pemeran aktif dan dominan dalam kasus ini. Sherman juga tidak mengakui dan menyesali perbuatannya selama persidangan.
Dalam dakwaan, mulanya PT BBJ berencana membentuk Lembaga Kliring Berjangka dengan mendirikan PT Indokliring Internasional di mana Sherman menjadi Komisaris Utama perusahaan tersebut.
Kemudian, PT BBJ mengajukan izin usaha tersebut kepada Syahrul selaku Kepala Bappebti saat itu. Syahrul mengajukan syarat pemberian izin akan dilakukan jika PT BBJ memberikan saham kepada dia sebesar 10 persen dari modal awal Lembaga Kliring berjangka yang akan didirikan.
Besaran modal awal tersebut sejumlah Rp 100 miliar sehingga sebanyak Rp 10 miliar akan diberikan kepada Syahrul.
Kemudian, sekitar akhir Juni 2012, Bihar menyampaikan permintaan saham dari Syahrul sebesar Rp 10 miliar itu kepada Sherman dan para komisaris PT BBJ lainnya. Bihar juga menyampaikan permintaan tersebut dalam rapat antara Dewan Komisaris dengan Direksi PT BBJ.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT BBJ, Komisaris PT BBJ Hendra Gondawidjaja menyatakan bahwa untuk memperoleh perizinan dari Bappebti, maka diperlukan lobi yang baik.
Kemudian, ditunjuk lah Hassan Widjaja, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, untuk melakukan lobi.
"Kita semua mengertilah adanya kebutuhan dana untuk mendapatkan suatu perjanjian memang perlu perlobian dan dari jajaran kita yang ada di sini, yang saya anggap paling bisa nembus dan ngomong ke sana (Bappebti) adalah saudara Hassan Widjaja," kata Jaksa menirukan ucapan Hendra dalam rapat tersebut.
Setelah terbentuknya PT Indokliring Internasional, pada 27 Juli 2012 Sherman menghubungi Hassan agar menemui Syahrul dan melakukan negosiasi permintaan saham sebesar 10 persen dari modal awal. Hassan berhasil melobi Syahrul dan sepakat memberikan Rp 7 miliar kepada Syahrul.
Kemudian, pada 2 Agustus 2012, Bihar memasukkan uang sebesar Rp 7 miliar dalam bentuk pecahan Rp 1 miliar dan 600.000 dollar Amerika ke dalam tas abu-abu strip biru bertuliskan JFX.
Sherman dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.