Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Kasus Mary Jane Bukti Lemahnya Hukum di Indonesia

Kompas.com - 29/04/2015, 20:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Peneliti dari lembaga kajian Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan penundaan eksekusi mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana mati atas kasus narkoba, menjadi bukti lemahnya hukum di Indonesia.

"Kasus yang terjadi pada Mary Jane menunjukkan secara spesifik bahwa peradilan pidana Indonesia tidak layak menerapkan hukuman mati," kata Anggara dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Rabu (29/4/2015).

Menurut ICJR, selama masa peradilan, Mary Jane tidak mendapatkan bantuan hukum yang memadai, tidak mendapatkan penerjemah yang layak, dan tidak mempertimbangkan posisi perempuan asal Filipina tersebut sebagai korban penjebakan dan perdagangan manusia.

Adanya indikasi Mary Jane merupakan korban "trafficking" karena oknum yang mengaku merekrut dan menjebak Mary Jane telah menyerahkan diri di Filipina, lanjut Anggara, merupakan "tamparan keras" terhadap sikap Mahkamah Agung (MA) yang membatasi peninjuan kembali (PK).

"Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak Mahkamah Agung mencabut Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembatasan Pengajuan PK Pidana karena novum (bukti baru) bisa datang kapan saja," kata dia.

Untuk itu, ICJR meminta Presiden RI Joko Widodo mempertimbangkan kembali penolakan grasi para terpidana mati yang lain. "Jika perlu, Presiden meninjau ulang seluruh dugaan kelemahan proses peradilan pidana yang berhubungan dengan hak peradilan yang jujur bagi terpidana mati," kata dia.

Selanjutnya, ICJR juga berharap pemerintah mempercepat pembahasan Rancangan KUHP dan KUHAP untuk memerbaiki kelemahan KUHP dan KUHAP yang ada pada saat ini, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran hak atas "fair trial" atau peradilan yang jujur.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang ada sekarang, menurut ICJR, tidak mencantumkan hal-hal khusus secara tegas, seperti perlindungan, standar bantuan hukum, dan tersedianya pengacara yang berkompeten.

Bahkan, lanjut Anggara, permasalahan kesalahan hukum (miscariege of justice), larangan praktik intimidasi, dan penyiksaan tidak diatur dalam KUHAP.

Institute for Criminal Justice Reform juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas eksekusi mati terhadap delapan terpidana kasus narkoba, yaitu Martin Anderson alias Belo, Zainal Abidin, Raheem Agbajee Salame, Rodrigo Gularte, Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Okwudili Oyatanze, Sylvester Obiekwe Nwolise, Rabu (29/4) dini hari.

"Kami prihatin terhadap eksekusi mati tersebut karena hukum acara yang digunakan Indonesia dalam memproses hukum para terpidana mati tidak kuat, terutama dari 'fair trial'-nya," tutur Anggara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com