Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Panjaitan: Masa Presiden Enggak Bisa Keliru?

Kompas.com - 06/04/2015, 11:20 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan memaklumi bila Presiden Joko Widodo tak tahu-menahu soal kenaikan uang muka bagi mobil pejabat negara. Menurut Luhut, Jokowi tidak bermaksud menyalahkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang melakukan kajian teknis atas usulan kenaikan itu. Hanya saja, Presiden percaya kepada bawahannya sehingga semua dokumen yang diajukannya ditandatangani tanpa dilihat satu per satu.

"Bukan menyalahkan, memang benar kalau itu sih. Saya pun tanda tangan kalau sudah diparaf semua. Ya, tanda tangan bisa saja keliru, masa presiden enggak boleh keliru," kata Luhut di Istana Kepresidenan, Senin (6/4/2015).

Luhut merasakan risiko yang dihadapi presiden saat ini dan ia memaklumi jika presiden kurang teliti dalam membaca sebuah dokumen. Berdasarkan pengalamannya, untuk mendatangani dokumen yang sangat banyak, terkadang pimpinan memercayai anak buahnya untuk mencermati dokumen tersebut.

"Kalau kamu sudah pejabat sekelas beliau, saya saja di kantor kalau (dokumen) sudah diparaf 3-4 paraf begitu, ya sudah percaya. Teken saja," katanya.

Mantan Menteri Perindustrian itu menjelaskan bahwa yang muka mobil ini sebenarnya diperlukan oleh anggota DPR dan sudah ada mekanismenya sejak dulu. Namun, ia mengakui bahwa momentum pemerintah menaikkan uang muka mobil pejabat negara tidak tepat.

Atas kegaduhan yang terjadi setelah kebijakan ini dikeluarkan, Luhut berpendapat bahwa Presiden Jokowi bisa saja menarik kembali peraturan presiden soal kenaikan uang muka. "Beliau bilang bisa mekanisme proses pengambilan keputusan yang keliru, ya kan tidak salah kalau dicabut," ujar dia.

Tidak tahu

Setelah muncul polemik, Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara soal kenaikan uang muka mobil pejabat. Dia mengaku tidak mencermati satu per satu usulan peraturan yang harus ditandatanganinya, termasuk soal lolosnya anggaran kenaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat negara. Menurut dia, Kementerian Keuangan seharusnya bisa menyeleksi soal baik dan buruknya sebuah kebijakan.

"Tidak semua hal itu saya. Apa itu, saya ketahui seratus persen. Artinya, hal-hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian menyaring (screening) apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini," ujar Jokowi saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (5/4/2015).

Jokowi menceritakan, setiap hari dia harus menandatangani begitu banyak dokumen. Oleh sebab itu, Jokowi tidak selalu memeriksa semua dokumen itu. "Apakah saya harus cek satu-satu? Berarti enggak usah ada administrator lain dong kalau presiden masih ngecekin satu-satu," ujar dia.

Jokowi membantah dirinya kecolongan dalam kebijakan tersebut. Dia hanya menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang melibatkan uang negara yang besar seharusnya dibahas dalam rapat terbatas atau rapat kabinet. "Tidak lantas disorong-sorong seperti ini," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com