Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituding Pembohong, Badrodin Haiti Siap Dikonfrontir dengan Indra Azwan

Kompas.com - 17/03/2015, 19:37 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Polri Komjen (Pol) Badrodin Haiti mengaku telah siap menghadapi uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri di hadapan Komisi III DPR. Badrodin bahkan menyatakan siap dikonfrontir dengan Indra Azwan yang menudingnya pernah berbohong dalam tugas sehingga tidak layak menjadi Kapolri.

"Sudah siap. Ya, saya siap ikuti fit and proper test," kata Badrodin, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Badrodin membantah semua tudingan Indra Azwan tentang kebohongannya dalam penyelesaian perkara tabrak lari Rifki Andika yang dilaporkan pada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Rifki adalah putra Indra, korban tabrak lari yang dilakukan anggota Polri, Kompol Joko Sumantri pada tahun 1993.

Badrodin membuat laporan terkait perkara itu pada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum saat masih menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur tahun 2010 silam. Ia mengaku siap dikonfrontir oleh Indra dalam forum uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR.

"Apa pengaduannya dia, apa masalahnya mari kita selesaikan. Hadirkan saja (Indra), sekarang pun dihadirkan tidak masalah bagi saya," ujar Badrodin.

Indra Azwan, pejalan kaki yang mencari keadilan, mendatangi Gedung DPR RI untuk memberikan pernyataan tertulis tentang penolakannya pada Komjen (Pol) Badrodin Haiti sebagai calon tunggal Kapolri. Menurut Indra, Badrodin tidak layak menjadi Kapolri.

Pernyataan Indra itu merujuk pada pengalaman pribadinya karena Badrodin ia anggap pernah berbohong saat menjadi Kapolda Jawa Timur pada 2010 silam. Kebohongan Badrodin, kata Indra, terkait dengan penyelesaian kasus tabrak lari yang terjadi pada tahun 1993 dan menewaskan putra laki-lakinya, Rifki Andika. (Baca: Badrodin Haiti Dituding Pembohong dan Diadukan ke DPR)

Pelaku tabrak lari itu adalah anggota Polri, Kompol Joko Sumantri. Indra menuding Badrodin berbohong dengan bukti laporan yang ditujukan kepada Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Hukum terkait perkara tabrak lari tersebut.

Dalam laporan itu, kata Indra, terdapat banyak kejanggalan seperti Kompol Joko Sumantri yang tidak non-job setelah kasus itu diproses. Kemudian, menurut Indra, ada usaha menggalang opini seakan-akan Rifki merupakan anak yang tidak diperhatikan orang tuanya.

Karena itu, Indra menganggap Badrodin tidak layak menjadi Kapolri. Ia khawatir Badrodin akan melakukan kebohongan yang lebih besar saat mengisi jabatan dengan kewenangan yang lebih luas.

"Sebenarnya saya mau lapor ke Presiden Jokowi, tapi birokrasinya sulit. Makanya saya coba SMS Pak Aziz Syamsuddin (Ketua Komisi III) dan masukin surat ke DPR," ucapnya.

Sebagai informasi, kasus tabrak lari yang menewaskan Rifki baru dibawa ke pengadilan tahun 2008 dan Joko diputus bebas karena kasus dianggap kadaluwarsa. Indra tak terima akan putusan tersebut yang dirasanya tidak adil. Oknum pengadilan militer dianggapnya sengaja memperlambat penyerahan berkas kasus itu.

Indra kemudian menggelar aksi jalan kaki dari Malang menuju Jakarta. Pertama, ia melakukan aksi jalan kaki pada tahun 2010 dan menemui Presiden. Pada Maret 2012 lalu, ia kembali melakukan perjalanan dan baru tiba di Jakarta 18 Maret 2012.

Lalu pada 26 Maret 2012 silam, Indra "Singo Edan" Azwan memutuskan untuk ke Mekkah karena Presiden sudah tidak dapat lagi diharapkannya. Tapi usahanya berjalan sampai ke Mekkah akhirnya terhenti di Myanmar karena suatu alasan. (Baca: Tak Temukan Keadilan, Indra Jalan Kaki ke Mekkah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

PDN Diserang "Ransomware", Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

Nasional
PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

Nasional
Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Nasional
Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Nasional
Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Nasional
Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Nasional
Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: 'Nusantara Baru, Indonesia Maju'

Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: "Nusantara Baru, Indonesia Maju"

Nasional
KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

Nasional
Dinyatakan Langgar Etik, Bamsoet: Saya Tak Mau Berpolemik

Dinyatakan Langgar Etik, Bamsoet: Saya Tak Mau Berpolemik

Nasional
Pakar Sebut Prabowo Bakal Menang Mudah jika Presiden Dipilih MPR

Pakar Sebut Prabowo Bakal Menang Mudah jika Presiden Dipilih MPR

Nasional
Ungkap Hubungan Jokowi dan Surya Paloh, Willy Aditya: Habis Pemilu Berteman Lagi...

Ungkap Hubungan Jokowi dan Surya Paloh, Willy Aditya: Habis Pemilu Berteman Lagi...

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Tanggung Jawab Penyedia Layanan Disorot

PDN Diserang "Ransomware", Tanggung Jawab Penyedia Layanan Disorot

Nasional
Menkominfo: Pemerintah Tidak Akan Bayar Permintaan Tebusan 8 Juta Dollar Peretas PDN

Menkominfo: Pemerintah Tidak Akan Bayar Permintaan Tebusan 8 Juta Dollar Peretas PDN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com