JAKARTA, KOMPAS.com — Indra Azwan, pejalan kaki yang mencari keadilan, mendatangi Gedung DPR RI untuk memberikan pernyataan tertulis tentang penolakannya terhadap Komjen Badrodin Haiti sebagai calon tunggal Kapolri. Menurut Indra, Badrodin tidak layak menjadi Kapolri.
Pernyataan Indra itu merujuk pada pengalaman pribadinya karena Badrodin ia anggap pernah berbohong saat menjadi Kapolda Jawa Timur pada 2010 silam. Kebohongan Badrodin, kata Indra, terkait dengan penyelesaian kasus putranya, Rifki Andika, yang meninggal dunia setelah ditabrak mobil dan melibatkan seorang anggota Polri, Kompol Joko Sumantri.
"Jadi Kapolda saja sudah bohong, apalagi kalau jadi Kapolri," kata Indra, saat dijumpai di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/3/2015).
Indra datang ke Gedung DPR untuk menyampaikan salinan berkas yang ia sebut sangat cukup untuk membuktikan kebohongan Badrodin pada Komisi III. Namun, karena sedang masa reses, Indra kemudian diarahkan oleh Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin untuk menyampaikan surat tersebut melalui Sekretariat Jenderal DPR.
Indra lalu membeberkan sejumlah kejanggalan dalam laporan perkara atas nama Kompol Joko Sumantri yang ditandatangani oleh Badrodin saat masih menjabat Kapolda Jawa Timur. Dalam laporan yang ditujukan kepada Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Badrodin menyebut bahwa Rifki selaku korban adalah anak yang diasuh oleh neneknya karena ditinggal begitu saja oleh ibunya.
"Anak saya tinggal sama saya, kenapa dikatakan diasuh sama neneknya? Saya cerai tahun 1984, kejadian (yang menewaskan Rifki) terjadi tahun 1993," ungkap Indra.
Indra juga mengaku heran karena Badrodin melaporkan pada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bahwa Joko Sumantri ditahan karena perbuatannya yang menewaskan Rifki, tetapi dapat hadir dalam acara peringatan tujuh hari dan 40 hari meninggalnya Rifki. Dalam laporannya, Badrodin juga menyebut Joko Sumantri beberapa kali memberi bantuan uang tunai dan sembako kepada keluarga korban.
Laporan Badrodin yang paling mencengangkan, kata Indra, adalah ketika Joko Sumantri disebut telah non-job sejak peristiwa yang menewaskan Rifki terjadi. Tetapi, berdasarkan berkas Deputi Sumber Daya Manusia Polri-Biro Pembinaan Karier, Joko Sumantri menjadi Kabag Binamitra Polres Persiapan Blitar Kota Polwil Kediri Polda Jatim pada tahun 2004, dan menjadi Kabagmin Polresta Blitar Polwil Kediri.
"Saya berharap agar Badrodin ditertimbangkan lagi supaya tidak dijadikan Kapolri," ujar Indra.
Kasus tabrak lari
Sebagai informasi, Indra Azwan merupakan ayah dari Rifky Andika, yang meninggal akibat tabrak lari. Kejadian itu berlangsung pada tahun 1993 silam. Anak sulung Indra tewas ditabrak lari oleh seorang polisi bernama Joko Sumantri.
Kasus tabrak lari tersebut baru dibawa ke pengadilan tahun 2008 dan Joko diputus bebas karena kasus dianggap kedaluwarsa. Indra tak terima akan putusan tersebut yang dirasanya tidak adil.
Indra menilai oknum pengadilan militer sengaja memperlambat penyerahan berkas kasus itu. Indra kemudian menggelar aksi jalan kaki dari Malang menuju Jakarta.
Pertama, ia melakukan aksi jalan kaki pada tahun 2010 dan menemui Presiden. Pada Maret 2012 lalu, ia kembali melakukan perjalanan dan baru tiba di Jakarta pada 18 Maret 2012. Lalu pada 26 Maret 2012 silam, Indra "Singo Edan" Azwan memutuskan untuk ke Mekkah karena Presiden sudah tidak dapat diharapkannya lagi.
Tetapi, usahanya berjalan sampai ke Mekkah akhirnya terhenti di Myanmar karena suatu alasan. (Baca: Tak Temukan Keadilan, Indra Jalan Kaki ke Mekkah)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.