Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial Nilai Eksekusi Mati Tak Mampu Timbulkan Efek Jera

Kompas.com - 09/03/2015, 17:39 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengatakan, pelaksanaan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkotika yang diberlakukan pemerintah Indonesia sejak tahun 1995, ternyata tidak juga memberikan efek jera. Poengky mengatakan, jumlah peredaran narkotika dan korban akibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang justru semakin meningkat dari tahun ke tahun.

"Mulai 1995 sampai sekarang, apakah eksekusi mati menimbulkan efek jera? Kejahatan dengan motif jual beli narkoba justru meningkat," ujar Poengky dalam konferensi pers di Kantor Human Rights Working Group (HRWG), Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2015).

Poengky mengatakan, hal ini sebenarnya menunjukan bahwa pemerintah telah gagal untuk memberantas narkoba. Ia menilai, upaya pencegahan dengan eksekusi mati bukanlah jalan terbaik untuk memberikan efek jera bagi pengedar narkotika. (Baca: Hukuman Mati Dinilai Berdampak pada Citra Indonesia di Dunia Internasional)

Lebih lanjut, Poengky menyebutkan alasan lain yang menunjukkan bahwa eksekusi mati bukan cara yang efektif. Ia mengatakan, sebagian besar terpidana yang akan dieksekusi mati hanya bertugas sebagai kurir, dan bukan sebagai bandar narkoba.

Menurut dia, dibanding harus dieksekusi mati, para terpidana tersebut dapat dijadikan justice collaborator, yang nantinya dapat membantu penegak hukum untuk menemukan bandar di balik peredaran narkotika. (Baca: Jokowi: "Gimana" Mau Beri Ampunan, Setahun 18.000 Orang Meninggal karena Narkoba)

Belum lagi, menurut Poengky, biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk melakukan eksekusi mati terbilang cukup besar. Untuk satu terpidana saja, menurut dia, pemerintah bisa menghabiskan dana sebesar Rp 300 juta.

"Apakah aparat serius untuk membongkar peredaran narkotika? Kalau setiap tahun seperti ini, hanya buang-buang uang saja. Belum lagi kita malu, Indonesia masih berlakukan hukuman yang bersifat kejam dan tidak manusiawi seperti ini," kata Poengky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com