Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/03/2015, 19:48 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Selasa pagi, 3 Maret 2015, pukul 09.00 WIB, halaman Gedung KPK dipenuhi oleh para pegawai KPK yang melakukan unjuk rasa. Mereka meradang karena lembaga tempat mereka bekerja dan mengabdi sudah diacak-acak sedemikian rupa oleh "hantu" yang takut sama Bareskim Polri, sehingga KPK kehilangan jati dirinya sebagai lembaga antikorupsi yang berwibawa.

Mereka menolak kebijakan pimpinan KPK atas kasus rekening gendut Komjen Pol Budi Gunawan yang semula ditangani KPK kini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Mereka berorasi dan mengatakan tidak takut melawan korupsi. "apakah kawan-kawan takut keluarga akan diancam?" tanya seorang orator dikutip dari tayangan langsung Kompas TV. "Kami tidak takut."

Mereka bilang, sejak awal masuk ke KPK sudah ditanyakan pertanyaan tersebut dan mereka mengatakan tidak takut dengan ancaman. Para pegawai itu rela mati melawan koruptor.

Inilah pemandangan pertama kalinya yang terjadi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Satu persatu pegawai KPK bergantian berorasi. Mereka yang mengatasnamakan sebagai Wadah Pegawai KPK membuat barisan di depan gedung.

Tampak di antara pegawai adalah Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrahman Ruki.

Seperti diberitakan berbagai media, KPK tak lagi mengusut kasus dugaan korupsi Komjen Polisi Budi Gunawan. Selain bukan wewenangnya, kasus tersebut kini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Ruki pun tak bisa berbuat apa-apa lagi. "Kami KPK terima kalah," ujarnya saat memberikan keterangan pers di KPK, Jakarta, Senin (2/3/2015).

Ruki mengingatkan pelimpahan kasus tersebut bukan kiamat bagi KPK. Ia memastikan pemberantasan korupsi harus terus berlanjut dan pihaknya masih mengantongi 36 kasus lainnya untuk diselesaikan.

"Tapi tidak berarti harus menyerah. Masih banyak kasus di tangan kami. Masih ada 36 kasus yang harus diselesaikan. Kalau terfokus pada kasus ini, yang lain jadi terbengkalai," terang pensiunan polisi bintang dua itu.

***

Aksi unjuk rasa yang berlangsung sekira 45 menit itu, menurut salah seorang pimpinan KPK Johan Budi, bukanlah kali pertama. "Tapi kali ini memang mendapat perhatian yang besar dari media," terang Budi kepada Kompas TV tanpa menyebut kapan dan untuk tujuan apa unjuk rasa dilakukan sebelumnya.

Namun rasanya, unjuk rasa yang digelar pada Selasa pagi tadi, kian meyakinkan kita, betapa nasib bangsa ini memang benar-benar sudah mengkhawatirkan.

Bayangkanlah, para karyawan itu berani memilih jalan yang berbeda dari jalan yang diambil oleh para pimpinan mereka. Alih-alih menurut apa kata para bos yang sehari sebelumnya mengaku takluk karena kasus BG dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, para bawahan itu justru menggelar unjuk rasa menentang pemindahan kasus BG. Mereka bahkan menuduh ada hantu yang takut sama Bareskim untuk menengarai mereka yang telah meloloskan kasus BG ke Kejagung.

Tak kepalang tanggung, para karyawan itu pun berani menentang 'ancaman' Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi ywng menuding pegawai KPK telah membangkang.

"Dia (Yuddy) siapa? Apa urusan dia dengan KPK?" ujar Penasihat Wadah Pekerja Komisi Pemberantasan Korupsi Nanang Farid Syah menilai, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Terlebih lagi, lanjut Nanang, Yuddy akan mengenakan sanksi kepada para pegawai yang membangkang. Nanang lantas mempertanyakan kapasitas Yuddy untuk memberikan sanksi kepada para pegawai. Apa kapasitas dia memberikan sanksi pada pegawai KPK? Dia paham KPK itu undang-undangnya apa?" kata Nanang. Menurut Nanang, pegawai KPK tidak akan menggubris pernyataan Yuddy. Ia menegaskan, pegawai KPK memang membangkang pada manusia, tetapi tidak dengan kebenaran. "Kami membangkang pada manusia iya, tapi tidak pada kebenaran."

Suara-suara bernada cemas pun bermunculan. Inilah preseden buruk pemberantasan korupsi di negeri ini. Pelemahan terhadap KPK yang berlangsung secara simultan hari ini mendapatkan kemenangan besar. Pukulan telak bagi KPK sudah dimulai sejak hakim Sarpin Rizaldi dalam persidangan perkara Komisaris Jendral Budi Gunawan, mengabulkan permohonan pra-peradilan yang bersangkutan atas penetapan KPK pada dirinya sebagai tersangka.

Kemenangan tersebut bukan saja memicu para tersangka KPK lainnya untuk mengajukan gugatan pra-peradilan, tapi juga berbuntut pelimpahan perkara BG ke Kejaksaan. Maka inilah awal dari cerita kekalahan KPK.

Sambil menyimak orasi teman-teman mereka sendiri, para pegawai KPK itu juga menempelkan kertas bergambar pistol yang sedang menyalak di dada mereka. Lalu di bawah gambar itu, ada tertulis kata-kata, "Kalau teman-temanmu bertanya, kenapa bapakmu dicari polisi, jawab saja karena bapakmu pemberani."

Mereka berorasi tanpa rasa takut sedikit pun, padahal di hadapan mereka ada Ruki yang menjadi bos tertinggi mereka. Inilah kiranya ujung dari kemarahan dan kemuakan mereka terhadap pihak-pihak yang sudah merusak kebanggaan mereka atas lembaga yang menjadi salah satub benteng moral bangsa ini.

Mereka menumpahkan ketidakpuasan dengan berteriak dan mengepalkan tangan, tanpa peduli dengan sorot mata Ruqi yang mengawasi aksi pagi itu.

Pendemo itu pun menegaskan, perang terhadap pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti.
"Ada tiga sikap pegawai KPK, yang sudah didengarkan pimpinan, dan (seharusnya) tinggal diimplementasikan," tandas Nanang.

Tiga permintaan tersebut adalah, sikap menolak putusan Pimpinan KPK yang melimpahkan kasus BG ke Kejaksaan. Kedua, meminta pimpinan KPK mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas putusan praperadilan kasus BG. Dan, terakhir, meminta pimpinan menjelaskan secara terbuka strategi pemberantasan korupsi KPK kepada pegawai KPK.

Entah terpaksa atau sukarela, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki bersama Indriyanto Seno Adji  yang dicurigai meloloskan kasus BG ke Kejaksaan itu pun turut menandatangani kain putih yang berisi tandatangan karyawan KPK lainnya.

***

Tepat pukul 09.45 WIB, aksi unjuk rasa karyawan KPK pun berakhir. Ruqi yang mengaku terharu oleh semangat para bawahannya meminta kepada seluruh peserta demo untuk masuk ke auditorium, sementara dirinya berbicara dengan pers.

Hingga aksi itu usai, masih ada rasa tak percaya. Drama satu babak itu sungguh mengejutkan. Tindakan karyawan KPK pada Selasa pagi tadi, telah memecahkan tradisi para pekerja di lembaga negara yang senantiasa patuh pada atasan.

Tentu ada alasan yang sangat kuat sehingga para karyawan KPK seberani itu melawan atasannya. Barangkali kemarahan mereka memang sudah di ubun-ubun. Setelah lebih dari sebulan nasib KPK diombang-ambing ketidakpastian, lalu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto--dua pimpinan yang mereka hormati--menjadi tersangka, lantas mencapai klimaks dengan pengalihan kasus BG ke Kejaksaan Agung, mendidihlah amarah mereka.

Amarah mereka barangkali memang ditujukan kepada "hantu" yang berada di kandang sendiri, tapi bisa jadi mereka murka kepada hantu-hantu yang bergentayangan di luar Gedung KPK yang kini sedang tertawa menyaksikan lembaga antirasuah itu menjadi lemah dan tak berdaya.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com