Jimly mengatakan, KPK tidak memiliki wewenang untuk menghentikan penyidikan. Maka dari itu, Jimly melihat putusan praperadilan Sarpin adalah jalan keluar dari ketidakcermatan penyidikan yang dilakukan KPK.
"Ini sangat berkait dengan kewenangan KPK yang terbatas yang tidak bisa SP3. Maka satu-satunya adalah lewat praperadilan, ini malah bagus untuk sempurnakan sistem hukum kita," ucap Jimly yang menampik anggapan bahwa putusan Sarpin akan membawa ketidakpastian hukum.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, praperadilan bisa menguji apakah penetapan tersangka itu benar atau tidak. Dia menyoroti penetapan tersangka yang dilakukan KPK yang tak pasti jangka waktunya. Misalnya saja, ada tersangka di KPK yang sampai setahun kasusnya tidak berkembang.
Dengan adanya peluang membatalkan penetapan tersangka melalui praperadilan, Jimly menganggap KPK bisa bersikap hati-hati di kemudian hari dalam menetapkan tersangka. Namun, dia juga mengingatkan bahwa putusan Sarpin sebaiknya tidak diartikan untuk seluruh perkara, namun hanya terbatas pada perkara korupsi.
Lebih lanjut, Jimly mengaku membatalkan status seorang tersangka kasus korupsi memang bukan tindakan yang populer. Akan tetapi, pria yang kini menjadi Ketua Dewan Kehortaman Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menyatakan menegakkan keadilan tidak bisa didasarkan pada keputusan populis.
"Adil itu memang tidak populer. Kalau pengadilan berorientasi pada popularitas, mengikuti kemarahan publik itu populis, popularitas itu politis. Tersangka ini kasihan juga belum dipastikan bersalah, sudah dianggap penjahat maka semakin banyak yang gugat (KPK) praperadilan bagus untuk KPK," imbuh dia.