Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Semakin Banyak Gugatan Praperadilan, Jadi Koreksi untuk KPK

Kompas.com - 01/03/2015, 20:16 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua tim independen untuk Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI Jimly Asshidiqie justru mengapresiasi putusan praperadilan hakim Sarpin Rizaldi yang membatalkan status tersangka Komjen Budi Gunawan. Menurut Jimly, putusan itu sebaiknya tak dimaknai melemahkan KPK, melainkan mengoreksi setiap langkah yang diambil lembaga anti-korupsi itu.

"Tidak. Jangan dilihat begitu (melemahkan KPK), ini justru menguatkan KPK, karena akan jadi bahan koreksi ke depannya," ucap Jimly saat dihubungi Minggu (1/3/2015).

Jimly mengatakan, KPK tidak memiliki wewenang untuk menghentikan penyidikan. Maka dari itu, Jimly melihat putusan praperadilan Sarpin adalah jalan keluar dari ketidakcermatan penyidikan yang dilakukan KPK.

"Ini sangat berkait dengan kewenangan KPK yang terbatas yang tidak bisa SP3. Maka satu-satunya adalah lewat praperadilan, ini malah bagus untuk sempurnakan sistem hukum kita," ucap Jimly yang menampik anggapan bahwa putusan Sarpin akan membawa ketidakpastian hukum.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, praperadilan bisa menguji apakah penetapan tersangka itu benar atau tidak. Dia menyoroti penetapan tersangka yang dilakukan KPK yang tak pasti jangka waktunya. Misalnya saja, ada tersangka di KPK yang sampai setahun kasusnya tidak berkembang.

Dengan adanya peluang membatalkan penetapan tersangka melalui praperadilan, Jimly menganggap KPK bisa bersikap hati-hati di kemudian hari dalam menetapkan tersangka. Namun, dia juga mengingatkan bahwa putusan Sarpin sebaiknya tidak diartikan untuk seluruh perkara, namun hanya terbatas pada perkara korupsi.

Lebih lanjut, Jimly mengaku membatalkan status seorang tersangka kasus korupsi memang bukan tindakan yang populer. Akan tetapi, pria yang kini menjadi Ketua Dewan Kehortaman Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menyatakan menegakkan keadilan tidak bisa didasarkan pada keputusan populis.

"Adil itu memang tidak populer. Kalau pengadilan berorientasi pada popularitas, mengikuti kemarahan publik itu populis, popularitas itu politis. Tersangka ini kasihan juga belum dipastikan bersalah, sudah dianggap penjahat maka semakin banyak yang gugat (KPK) praperadilan bagus untuk KPK," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com