Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Perlu Bertindak Cepat Selamatkan KPK dan Polri

Kompas.com - 05/02/2015, 21:19 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tana Negara Refly Harun mengatakan, Presiden Joko Widodo seharusnya mengambil tindakan dan keputusan dengan cepat untuk menyelesaikan konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Tindakan yang cepat, kata Refly, akan menyelamatkan KPK dan Polri. (Baca: Minggu Depan, Jokowi Ambil Keputusan soal Budi Gunawan)

Refly tak sepakat dengan pilihan Jokowi yang menunggu putusan gugatan praperadilan yang diajukan calon Kepala Polri Komjen Budi Gunawan terhadap KPK. Menurut dia, Jokowi seharusnya tak perlu menunggu putusan praperadilan untuk mengambil keputusan terkait kelanjutan pencalonan Budi Gunawan. Sebelumnya, Jokowi menunda pelantikan Budi sebagai Kapolri setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi oleh KPK.

Ia mengatakan, penundaan pelantikan tak akan berpengaruh pada proses hukum terhadap kasus yang menjerat Budi.

"Praperadilan itu tidak memberikan apa-apa sesungguhnya. Materi hukum yang sedang dijalani tidak akan berubah," ujar Refly, dalam diskusi di YLBHI Jakarta,  Kamis (5/2/2015).

Menurut Refly, jika hakim memutuskan menerima gugatan praperadilan Budi Gunawan, hal itu hanya berpengaruh pada mekanisme penetapan Budi sebagai tersangka. Sementara, dari sisi substansi hukum kasusnya tak akan membawa pengaruh apa-apa. Praperadilan dianggapnya salah satu upaya untuk mematikan institusi KPK. 

"Ini justru jalan samping untuk mematikan KPK. Orang yang jadi tersangka akan ramai-ramai mengajukan praperadilan," kata Refly.

Ia berpendapat, satu-satunya jalan penyelesaian kisruh KPK dan Polri adalah dengan membatalkan pelantikan Budi Gunawan dan menunjuk nama lain yang tidak bermasalah.  (Baca: Syafii Maarif: Presiden Telepon Saya Bilang Tak Akan Lantik Budi Gunawan)

"Mengangkat Kapolri yang benar bersih, itu tidak hanya menyelesaikan masalah internal Polri, tetapi juga restorasi hubungan Polri dengan KPK," kata Refly.

Enam opsi

Sebelumnya, pihak Istana memberikan enam opsi kepada Presiden Joko Widodo untuk menyikapi penetapan tersangka calon kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh KPK.

"Total ada enam opsi. Opsi pertama adalah Pak Budi Gunawan mundur (sebagai calon kepala Polri). Opsi kedua melantik (Budi sebagai kepala Polri) definitif. Opsi ketiga melantik Budi, lalu menonaktifkan," kata Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/2/2015).

Opsi selanjutnya, Presiden menunda mengambil keputusan sampai ada status hukum yang tetap bagi Budi Gunawan. Opsi kelima, Presiden membatalkan pencalonan Budi sebagai kepala Polri lalu mencalonkan nama baru.

"Opsi terakhir status quo dengan kondisi ini sambil menunggu adanya kalkulasi yang baru," kata Andi.

Presiden Jokowi, lanjut dia, saat ini masih menunggu waktu yang tepat untuk mengambil keputusan. Andi mengakui bahwa opsi Budi mengundurkan diri dari pencalonan sebagai kepala Polri menjadi opsi paling ideal. (Baca: Mensesneg: Sangat Indah kalau Budi Gunawan Mundur sebagai Calon Kapolri) "Tapi, kalau opsi itu tidak bisa terjadi, maka kami akan mempersiapkan opsi lain sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Presiden," kata dia.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Nasional
Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Nasional
KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

Nasional
Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com