Semakin lama, sektor pertanian pun semakin terpinggirkan, tecermin dari kontribusinya yang terus menyusut terhadap produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB turun dari 15,6 persen pada 2000 menjadi 14,4 persen pada 2013. Sementara pada periode yang sama, kontribusi sektor jasa naik dari 9,3 persen menjadi 11 persen.
Seiring dengan itu, kesenjangan pendapatan antara desa dan kota cenderung meningkat, yang tecermin dari angka rasio gini. Pada 2013, rasio gini Indonesia mencapai 0,41 (skala 0-1), naik dibandingkan dengan lima tahun lalu yang sebesar 0,35.
Akibat kondisi tersebut, NU kemungkinan besar menjadi pihak yang terdampak signifikan. Sebab, di wilayah-wilayah yang termarjinalisasi itulah basis pendukung NU berada.
Jumlah warga NU saat ini diperkirakan 40 juta orang. Adapun berdasarkan survei nasional LSI 2013, jumlah warga nahdliyin mencapai 36,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Mayoritas nahdliyin tinggal di pedesaan, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Berdasarkan data BPS per September 2014, Jatim dan Jateng merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, masing-masing 4,74 juta orang dan 4,56 juta orang.
Dari 4,74 juta orang miskin di Jatim, yang merupakan basis utama pendukung NU, sebanyak 3,21 juta orang atau 68 persen tinggal di pedesaan.
Gambaran itu sedikit banyak menunjukkan bahwa sebagian besar warga NU kini terjerat kemiskinan. "Itulah mengapa banyak yang bilang, NU itu nasabnya bagus, tapi nasibnya tidak," seloroh KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU.
Kondisi ini, jika dibiarkan, tentu akan berbahaya. Sebab, kemiskinan berpotensi menggerus soliditas NU. Massa NU yang terpinggirkan dan hidup dalam kemiskinan lama-kelamaan akan kehilangan kepercayaan, baik terhadap NU maupun pemerintah.
Untuk mengatasi hal tersebut, tidak ada jalan lain kecuali memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan.
Tugas ini bukan semata tugas PBNU, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebab, pemerintah dan negara juga memetik manfaat dari peran yang dimainkan NU selama ini.
Bagi pemerintah, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengeluarkan warga NU dan juga masyarakat keseluruhan dari jerat kemiskinan.
Dengan pengurangan subsidi bahan bakar minyak, pemerintah memiliki ruang fiskal sekitar Rp 155 triliun. Dalam RAPBN Perubahan 2015, dana itu akan dialokasikan untuk program pembangunan, penanggulangan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan.
Untuk sektor pertanian, misalnya, pemerintah menambah alokasi Rp 16,92 triliun. Dana tersebut untuk mendukung kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.