Meski Jokowi masih dikelilingi orang-orang idealis yang kini duduk di jajaran pembantu “layar belakangnya”, namun tekanan politik terlalu kuat menyerbu Jokowi dari partai koalisi. Salah satu orang dalam istana menyebutkan Jokowi kini masih bergulat dan mencari cara terbaik untuk mengelola partai koalisinya itu.
Pengamat politik dari Universitas Pajajaran Muradi mengungkapkan, Jokowi memang bukan milik partai, namun mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap membutuhkan dukungan partai politk dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Saat Jokowi memutuskan tidak melantik Budi Gunawan, sebut Muradi sudah pasti dinamika politik yang terjadi akan sangat luar biasa. “Ini bisa jadi jebakan batman. Di satu sisi, oleh partai dianggap tidak perjuangkan partai. Di sisi lain, publik juga merasa Jokowi tidak memperjuangkan publik,” ucap Muradi.
Setiap pilihan yang ada, lanjut dia, akan memberikan pilihan yang tetap menimbulkan dampak yang negatif bagi Jokowi. Namun, Muradi mengapresiasi sikap yang diambil presiden dalam kasus Bambang Widjojanto.
Dia menilai keputusan presiden sudah tepat dengan tidak ikut campur dalam proses hukum yang ada dan menyerahkannya kepada KPK dan Polri.
“Itu menandakan presiden tengah berusaha melokalisir bahwa kasus itu hanya untuk kasus hukum dan biarlah KPK dan Polri yang menanganinya. Ini juga membuat tidak banyak partai politik merespon soal ini, karena saya rasa mereka pun masih menunggu,” imbuh Muradi.
Namun, secara politik, Muradi menilai presiden perlu memperbaiki pendekatannya kepada partai politik koalisi. “Harus ada pendekatan yang berbeda dari presiden Jokowi dalam mengelola partainya sehingga tidak terus seperti ini,” ucap dia.
Di sisi lain, Presiden Jokowi sepertinya juga perlu mendengarkan suara dari pihak ketiga yakni golongan non-partai. Mereka yang membantu Jokowi memobilisasi massa dengan harapan akan adanya perubahan.
Mereka yang menamakan diri sebagai “Relawan Dua Jari”. Atau mereka yang tak berkubu namun geram akan segala permainan kotor yang ada di negeri ini. Jokowi memang petugas partai, tapi jangan lupa dia jelas bukan lagi milik partai. Sejak dilantik 20 Oktober 2014 lalu, Jokowi adalah milik rakyat Indonesia.
Sebuah status Facebook Ade Armando, dosen komunikasi Universitas Indonesia pun mungkin bisa menyentil orang nomor satu negeri ini. “Hari-hari ini Pak Jokowi menghadapi cemberutnya Mega, JK, Surya, Rini, dan politisi-politisi dodol. Tapi di luar istana, jutaan rakyat tersenyum,” tulis Ade pada 17 Januari lalu usai Presiden Jokowi mengambil keputusan menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.