Bola panas dari Hasto
Pelaksana Tugas PDI-P Hasto Kristyanto kemudian membuat geger dengan membuka manuver politik Ketua KPK Abraham Samad yang mendekati PDI-P untuk menjadi calon wakil presiden.
Hasto bahkan sampai memeragakan gaya Abraham yang memakai masker dan topi saat bertemu elite PDI-P agar tidak ketahuan orang lain. Hasto mencium adanya aroma balas dendam dalam penetapan tersangka Budi Gunawan yang dilakukan KPK.
Dia menduga Abraham sakit hati lantaran tidak dipilih sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Jokowi. Hasto juga menyebutkan Abraham telah menyadap ponselnya sehingga mengetahui bahwa penyebab Abraham gagal melaju bersama Jokowi adalah Budi Gunawan. Budi diketahui sebagai salah satu suksesor yang akhirnya memuluskan langkah Jusuf Kalla menjadi calon wakil presiden Jokowi.
Ketika bola panas dilemparkan Hasto, Presiden Jokowi sedang sibuk dengan aktivitas kepresidenannya. Presiden Jokowi tengah berada di Istana Bogor pada 22 Januari lalu dan bertemu dengan bupati se-Sumatera.
Di dalam jumpa pers di sela-sela acara, Jokowi juga tidak seluwes biasanya. Dia hanya mau menjawab pertanyaan seputar pertemuan bupati. Saat wartawan bertanya ke topik lain, Jokowi langsung menyudahi jumpa pers dan memilih wartawan bertanya lebih lanjut ke Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Wartawan pun memburu Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Andi mengaku belum mengetahui pernyataan Hasto. Rasa terkejut sekaligus hati-hati terasa saat Andi berbicara. Sudah tentu pernyataan Andi ini akan sangat sensitif lantaran menanggapi manuver koalisi pemerintah sendiri.
Di dalam pernyataannya, Andi yang sempat menjadi tim 11 untuk mencari calon pendamping bagi Jokowi mengaku selalu menemui kesulitan bertemu Abraham karena Abraham tidak diperkenankan bertemu partai politik.
Drama Jumat keramat
Keheningan istana terus terasa hingga keesokan harinya. Jumat pagi, berita tak kalah mengejutkan langsung sampai ke istana. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka.
Presiden dituntut untuk segera bicara dan bersikap menanggapi aksi saling sandera yang terang-terangan dipertontonkan ke publik itu.
Di tengah-tengah pertemuan bersama para bupati, Presiden kemudian mendadak memanggil Ketua KPK Abraham Samad, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Kabareskrim Irjen Budi Waseso, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno.
Dari pertemuan itu juga, Budi Waseso mengakui bahwa penangkapan Bambang Widjojanto tidak diberitahukan terlebih dulu ke Wakapolri. Inilah yang kemudian menjelaskan pernyataan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi yang membantah penangkapan Bambang pagi harinya mengutip pernyataan Badrodin melalui sambungan telepon.
Pertemuan maha penting itu akhirnya menghasilkan keputusan adanya janji Wakapolri kepada Presiden Joko Widodo untuk tidak menahan Bambang Widjojanto. Presiden Jokowi kemudian keluar bersama seluruh pejabat yang hadir dalam rapat dan memberikan keterangan pers.
"Saya meminta agar institusi Polri dan KPK tidak terjadi gesekan. Dan menjalankan tugasnya masing-masing," kata Jokowi.
Pernyataan itu jelas tak memenuhi harapan publik. Nada kekecewaan pun langsung terdengar dari seluruh pendukung KPK yang berkumpul di kantor badan anti korupsi itu di Jalan HR Rasuna Said. Mereka membentang nada protes “Di Mana Presiden?”.
Lepas dari tekanan
Dari serangkaian peristiwa di atas sangat jelas terlihat tekanan demi tekanan dirasakan Presiden Jokowi utamanya justru datang dari partai koalisinya sendiri. Semakin lama presiden diam terhadap suatu isu politik dan hukum, semakin liar isu yang berkembang. Obrolan dengan orang-orang dalam istana pun memunculkan kekhawatiran itu.