Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Lewat KPK dan PPATK, Jokowi Khawatir Budi Gunawan "Distabilo Merah"?

Kompas.com - 11/01/2015, 16:15 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi calon Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) pengganti Sutarman. Jokowi mengajukan Budi Gunawan ke Dewan Perwakilan Rakyat sebagai calon tunggal Kapolri.

"Saya menduga jangan-jangan memang itu disengaja tidak melibatkan KPK dan PPATK karena kemungkinan ada stabilo merah nanti," kata Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho di Jakarta, Minggu (11/1/2015). Saat menyeleksi calon menteri, KPK memberi stabilo merah pada sejumlah nama yang terindikasi memiliki kasus di KPK. 

Menurut Emerson, setidaknya KPK dan PPATK adalah lembaga yang dipercaya masyarakat untuk menelusuri rekam jejak calon Kapolri. ICW menginginkan Presiden Jokowi memilih Kapolri dengan memperhatikan integritas yang bersangkutan.

"Kalau yang dipilih karena dekat dan kenal, apakah tidak memperhatikan aspek integritas? Kami tidak pernah mengusung nama tertentu tapi kami butuh calon Kapolri seperti Hoegeng. Jangan hanya faktor kenal dekat dan loyal, untuk apa orang loyal tapi rusak citra pemerintah?" tutur Emerson.

Melanggar Nawa Cita

Ia menilai Jokowi telah melanggar prinsip nawa cita yang menjadi program unggulannya sejak masa pencalonan presiden. Dalam nawa cita, Jokowi berjanji memilih Kapolri dan Jaksa Agung yang bersih, berintegritas, dan antikorupsi.

"Proses seleksinya dari mana, paling tidak ada dua institusi, KPK dan PPATK, maka publik curiga Budi Gunawan bukan pilihan murni Jokowi, ada tekanan pihak tertentu," ucap Emerson.

Menurut dia, penunjukkan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tunggal bisa menyandera pemerintahan Jokowi-Kalla ke depannya.

Nama Budi Gunawan disebut-sebut dalam kasus rekening gendut Kepolisian RI. Pada tahun 2010, laporan majalah Tempo menyebutkan bahwa mantan ajudan presiden Megawati Soekarno Putri tersebut dicurigai memiliki "rekening gendut". Dalam investigasinya, Tempo menemukan dugaan transaksi mencurigakan yang diterima para petinggi polisi, termasuk Budi yang saat itu masih berpangkat sebagai Inspektur Jenderal.

Terkait dugaan ini, Budi telah membantahnya. Ia menyebut Laporan hasil analisis PPATK telah menunjukkan tak ada persoalan dengan rekeningnya. "Masalah itu perlu saya luruskan. Laporan dari PPATK sudah ditindaklanjuti oleh Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) pada tahun 2010," ujar Budi seusai menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (26/7/2013).

Budi mengatakan, masalah tersebut sudah selesai dan hasilnya pun wajar dan dapat dipertangungjawabkan.

Wajar seperti apa?

Sementara itu, Emerson menilai Budi sedianya bisa menunjukkan kepada publik seperti apa rekening yang dia sebut wajar itu. "Dikatakan wajar, wajarnya seperti apa? atau BG tunjukkan ke publik rekeningnya wajar. Kalau tidak, ya wajar saja publik curiga," ucap dia.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa penunjukkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri telah sesuai dengan prosedur, yakni melalui Kompolnas.

Menurut Kompolnas, ada lima nama yang awalnya disodorkan oleh Kompolnas kepada presiden. Kelima nama itu adalah Kabareskrim Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, dan Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno. Semuanya telah menjalani proses penelusuran jejak rekam.

Salah satunya adalah dengan melakukan penelusuran internal. Surat rekomendasi dari Kompolnas diberikan pada 9 Januari pagi hari. Tak sampai satu hari, Jokowi langsung menunjuk Budi Gunawan yang merupakan mantan ajudan Megawati.

Surat penunjukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri itu kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat di hari yang sama. DPR nantinya yang akan melakukan uji kepatuhan dan kelayakan terhadap calon Kapolri itu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com