Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Ada Nyawa Hilang Sia-sia

Kompas.com - 19/12/2014, 14:00 WIB

Dilema

Di tengah polemik terkait hukuman mati bagi terpidana narkoba, pelaksanaan hukuman mati tak hanya berdampak bagi terpidana sendiri, tetapi juga banyak pihak. Mereka, antara lain, keluarga terpidana hingga penjaga lembaga pemasyarakatan (LP) dan jaksa eksekutor.

Selama ini, pembahasan selalu berputar pada terpidana mati yang mengalami hukuman ganda, yaitu penahanan yang dijalani saat menanti pelaksanaan eksekusi. Dalam penahanan ini, para terpidana mati tak mendapatkan pendampingan khusus sehingga tak menutup kemungkinan mereka mengalami depresi yang akibatnya dapat sampai kematian di dalam penjara.

Waktu penantian eksekusi di Indonesia juga lebih lama dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Di Singapura, jeda waktu dari penjatuhan vonis hingga eksekusi 2-5 tahun, dan ketentuan ini tak memandang usia terpidana. Ketentuan di Malaysia tak jauh beda.

Sementara di Indonesia, rentang waktu antara penjatuhan hukuman mati dan eksekusi dapat mencapai 10 tahun dan bahkan lebih. Sebab, negara memberikan kesempatan kepada para terpidana mati mengajukan PK ataupun grasi sebagai salah satu usaha untuk meringankan atau mengubah hukuman.

Kondisi keluarga terpidana mati juga harus dipertimbangkan. Seorang istri dari terpidana mati kasus narkoba, Ayu (40), bukan nama sebenarnya, mengatakan, harus bergelut untuk membangkitkan semangat anak semata wayangnya yang sempat turun saat ayahnya divonis hukuman mati. Beban keluarga juga berpindah ke punggung Ayu.

Penjaga LP harus menghadapi sejumlah persoalan ketika berita eksekusi mulai menyebar. Direktur Informasi Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ibnu Chuldun mengungkapkan, saat kabar eksekusi menyebar dan menyasar ke LP tertentu, kerap muncul masalah.

"Mereka sudah mulai saling menebak. Lalu kadang muncul masalah karena pemberitahuan resmi belum diterima sehingga tidak bisa memberikan perlakuan khusus ke narapidana yang dimaksud. Sementara para terpidana mulai bertanya-tanya," ujar Ibnu.

Terakhir adalah jaksa eksekutor yang memegang kendali saat eksekusi dilakukan. Selama ini, para jaksa eksekutor jarang didampingi psikolog, baik sebelum maupun sesudah eksekusi. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengungkapkan, ada jaksa yang membutuhkan kehadiran psikolog, tetapi juga ada yang tidak. "Jadi, disesuaikan dengan permohonan dari jaksa," tuturnya.

Komisioner Komisi Kejaksaan Kaspudin Noor mengatakan, hal-hal kecil yang menjadi dilema ketika penjatuhan hukuman mati ini harus diperhatikan. Ia pun menyarankan ada revisi undang-undang terkait hal ini karena efek dari hukuman mati ini tak hanya tunggal.

Melihat sisi positif dan negatif dari hukuman mati, bentuk hukuman ini tentu perlu dikaji dan diperbaiki agar tak ada nyawa yang hilang sia-sia, bahkan meninggalkan luka. Apalagi, bukankah UUD 1945 menyatakan semua orang di negara ini berhak untuk hidup?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com