"Kalau setiap pengajuan grasi harus disetujui, buat apa ada kewenangan presiden? Mengajukan grasi memang hak (narapidana), tetapi kalau ditolak lalu dikatakan melanggar HAM, itu nanti dulu," ujar Ganjar, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/12/2014).
Ganjar mengatakan, Jokowi harus selektif dan berhati-hati dalam memberikan grasi kepada narapidana, terutama kasus narkoba yang termasuk kejahatan luar biasa. Menurut Ganjar, vonis hukuman mati dari hakim menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukan termasuk kategori luar biasa.
"Kalau jaksa dan hakim yang memeriksa saja memberikan hukuman berat, kan aneh jadinya kalau dia (Jokowi) yang tidak melihat fakta di persidangan, memberikan grasi," kata Ganjar.
Ganjar meminta agar pemerintah tidak bersikap lunak terhadap narapidana sehingga ada efek jera untuk menekan kejahatan berulang.
"Sekarang saja masih ada kan napi dihukum mati tapi masih bisa mengendalikan bisnis narkobanya di dalam penjara," katanya.
Sebelumnya , Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo yang akan menolak grasi yang diajukan 64 terpidana mati kasus narkoba.
Saat memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (9/12/2014), Jokowi mengatakan, Indonesia sudah sampai ke tahap darurat narkoba. Menurut Jokowi, kesalahan para terpidana kasus narkoba sulit untuk dimaafkan karena umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa.
"Itu berarti Jokowi enggak mengerti HAM," kata Koordinator Kontras Haris Azhar kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2014) malam.
Haris menilai, hukuman mati bukan cara yang tepat untuk menghukum terpidana kasus narkoba. Jika terpidana narkoba di hukum mati, menurut dia, belum tentu para bandar atau pengedar narkoba akan jera.
Sebaliknya, lanjut Haris, Jokowi justru berpotensi melakukan pelanggaran HAM. Kesaksian-kesaksian yang seharusnya bisa diberikan si terpidana terkait kasus yang menjeratnya akan hilang percuma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.