JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bertemu dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (24/11/2014) malam. Pertemuan ini merupakan bentuk tindak lanjut atas rencana revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad saat dihubungi Kompas.com menyatakan, pertemuan itu dilaksanakan di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, hadir masing-masing perwakilan. DPD diwakili oleh dirinya, sedangkan DPR diwakili oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Farouk mengungkapkan, pertemuan itu berlangsung cukup singkat. Namun, dalam pertemuan itu ia mengingatkan bahwa DPR tidak dapat membahas UU MD3 di luar program legislasi nasional (prolegnas). Pasalnya, tidak ada urgensi yang membuat DPR harus membahasnya di luar prolegnas.
Adapun urgensi yang dimaksud Farouk sebagaimana diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Undang-Undang. Di dalam ayat (2) pasal tersebut berbunyi, "Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup: a). Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan, b). Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum."
Farouk mengatakan, selama ini yang menjadi alasan untuk merevisi UU MD3 adalah konflik yang terjadi antara Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih di DPR. Akibat konflik tersebut, DPR yang seharusnya dapat bekerja sebagai mitra pemerintah justru tidak dapat bekerja.
"Perseteruan antara KMP dan KIH tidak bisa menjadi dalih alasan pembahasan UU MD3 di luar prolegnas," kata Farouk.
Farouk menambahkan, apabila DPR memang ingin tetap merevisi UU MD3, setidaknya dapat melibatkan DPD dalam pembahasannya. Ia beralasan, Mahkamah Konstitusi pada 2012 lalu telah membuat keputusan terkait mandat DPD dalam menyusun UU. Ia mengatakan, salah satu putusan itu menyatakan apabila DPD diberi mandat untuk membantu daerah dengan melibatkan diri dalam penyusunan prolegnas, mengajukan dan membahas RUU.
Seperti diketahui, salah satu pasal yang disepakati antara KIH dan KMP dalam revisi UU tersebut adalah soal penambahan kursi pimpinan wakil ketua pada masing-masing alat kelengkapan dewan. Namun, menurut dia, hal itu tidak cukup untuk menganggap jika kondisi itu cukup urgen hingga pada akhirnya harus membahas revisi UU MD3 di luar prolegnas.
Farouk menuturkan, jika memang DPR ingin merevisi UU tersebut maka seharusnya dapat melibatkan DPD. Ia berdalih, Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah mengakomodir judicial review yang diajukan DPD atas UU tersebut.
Menurut dia, putusan yang dihasilkan MK itu dapat menjadi landasan yang cukup kuat untuk merevisi UU MD3 di luar prolegnas.
"Kalau dikaitkan dengan amar putusan MK tersebut baru ada urgensinya. Ya, (DPR) akomodir lah substansi yang diajukan DPD," ujarnya.
Sementara itu, saat disinggung soal pertemuan malam ini, Farouk menuturkan, jika pertemuan ini merupakan inisiatif dari DPD. Soal lokasi pertemuan, ia menuturkan, bahwa dirinya sengaja memilih tempat itu lantaran ingin sekalian menghadiri sebuah kegiatan yang diselenggarakan koleganya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.