JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang akan menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi atas penahanannya. KPK menahan Bonaran di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2014), sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan terhadap Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi terkait sengketa pemilihan kepala daerah Tapanuli Tengah.
"Besok kami akan ke MK mengajukan permohonan bahwa apa yang disebut dua alat bukti itu. Saya ditahan tanpa disebutkan dua alat buktinya dan saya tidak pernah ditanya mengenai hubungan saya dengan Akil," kata Bonaran di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (6/10/2014) sebelum masuk mobil tahanan KPK.
Pengacara Bonaran, Tommy Sihotang, mengatakan bahwa kliennya akan melaporkan penahanan yang dilakukan KPK ini kepada Dewan Etik KPK. Selain itu, Bonaran akan mengadukan penahannya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Menurut Tommy, penahanan terhadap kliennya termasuk pelanggaran HAM. Bonaran mengaku tidak pernah ditunjukkan alat bukti yang menjadi dasar KPK menetapkannya sebagai tersangka.
"Dua alat bukti yang cukup itu tidak pernah disebutkan, penyidik juga tidak pernah menanyakan pilkada masalah Akil Mochtar yang katanya disuap Bonaran. Ini hanya cerita kamu pinjam uang begini begitu," kata Tommy.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi mempersilakan jika Bonaran ingin mengajukan gugatan. Menurut Johan, pengajuan gugatan tersebut merupakan hak Bonaran selaku warga negara. Johan juga menyampaikan bahwa KPK selaku penegak hukum tidak berkewajiban menunjukkan alat bukti kepada tersangka selama pemeriksaan. Menurut Johan, semua alat bukti akan ditunjukkan KPK pada persidangan nantinya.
Saat memenuhi panggilan KPK tadi pagi, Bonaran menduga ada unsur politis dalam penetapannya sebagai tersangka. Unsur politis yang dimaksudnya berkaitan dengan posisi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang pernah menjadi kuasa hukum salah satu kandidat Pilkada Tapanuli Tengah, Dina Riana Samosir, saat bersengketa di MK. Saat itu, kata Bonaran, ia memenangi sengketa tersebut.
Menurut Bonaran, selama pemeriksaan hari ini, penyidik KPK belum mengkonfirmasikan dugaan penyuapan kepada Akil yang disangkakan kepadanya. Selama pemeriksaan, Bonaran mengaku hanya diajukan pertanyaan seputar pilkada Tapanuli Tengah. Kepada wartawan, Bonaran mengaku tidak kenal Akil, apalagi menyuap mantan Ketua MK itu.
"Saya sudah tunjukkan ke teman-teman rekening saya tadi. Ada tidak rekening saya Rp 1,8 miliar? Tidak punya saya uang tapi dicatat di Pilkada Tapteng di MK lawan saya pengacaranya adalah Bambang Widjojanto, iya kan?" kata Bonaran.
Mantan pengacara terpidana kasus percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK, Anggodo Widjojo ini juga mengaku tidak pernah memerintahkan siapa pun untuk menyuap Akil. Bonaran juga mempertanyakan alat bukti apa yang menjadi dasar KPK menetapkan dia sebagai tersangka. "Saya tidak pernah ditanya, saya hanya ditanya proses pilkada. Terus saya tanya kenapa saya ditahan? Bingung, terus apa salah saya? Anda memanggil saya sehubungan kasus Akil Mochtar, Anda kok enggak tanya saya gitu loh" ucapnya.
KPK menetapkan Bonaran sebagai tersangka pada 19 Agustus lalu. Penetapan ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil. Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Akil terbukti menerima suap terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar. Uang yang berasal dari Bonaran itu diduga disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran ditulis "angkutan batu bara". Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah.
Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun, keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan. Selanjutnya, pada 22 Juni 2011, permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak sehingga Bonaran dan Sukran tetap sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih. Meski demikian, Akil sebenarnya tidak termasuk dalam susunan hakim panel. Panel untuk sengketa pilkada saat itu adalah Achmad Sodiki (ketua), Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.