Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Masih Tergagap Tangani ISIS

Kompas.com - 05/08/2014, 10:26 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Keberadaan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) belakangan mulai ramai dibicarakan karena organisasi pimpinan Abu Umar Al-Baghdadi itu telah menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah dengan cara kekerasan, pembunuhan, hingga perampokan. ISIS mulai memperluas pengaruhnya dengan merekrut warga negara di belahan dunia lain. Di Indonesia, bukti-bukti kehadiran ISIS semakin nyata melalui simbol-simbol bendera, lukisan grafiti, hingga video pendeklarasian dukungan.

Pemerintah Indonesia pada Senin (4/8/2014) langsung mengeluarkan sikap atas ISIS. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan Indonesia tidak mengakui keberadaan ISIS. Pemerintah juga melarang penyebarluasan paham ISIS di Tanah Air karena bertentangan dengan ideologi Pancasila dan kebinekaan di negeri ini.

Belum ada sanksi

Meski pemerintah telah melantangkan kecaman keras, hingga kini belum ada satu pun sanksi yang dijatuhkan kepada para pendukung ISIS yang mulai terang-terangan tampil ke publik itu. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai menyatakan bahwa warga negara Indonesia yang bergabung ke ISIS bisa saja dicabut kewarganegaraannya. Namun, hal ini langsung dibantah Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Amir menyatakan, pemerintah tidak bisa langsung mencabut kewarganegaraan pengikut ISIS. Hal ini karena aturan dalam Pasal 23 huruf (e) dan (f) pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan belum terpenuhi.

Dalam Pasal 23 (e) disebutkan bahwa WNI akan dicabut kewarganegaraannya apabila secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia. Sementara itu, Pasal 23 (f) mencantumkan klausul WNI akan dicabut kewarganegaraannya apabila secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

"Berarti di sini ada unsur negara, ya. ISIS ini belum memenuhi unsur negara. Maka, yang terbaik itu kita mengatur sendiri di lingkungan kita masing-masing," ujar Amir di Kantor Presiden, Senin kemarin.

Bukan pidana

Dilihat dari sisi penegakan hukum, Polri juga belum bisa menangkap para pendukung ISIS tersebut. Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan, Polri masih mengkaji sejauh mana para pendukung ISIS di Indonesia ini melakukan kegiatannya. Polri tidak akan buru-buru menyimpulkan dukungan terhadap ISIS itu adalah tindakan makar.

"Kami lihat, konteks dukungannya seperti apa, apakah ada kaitan dengan makar. Makar itu mendirikan negara, menghancurkan negara, apakah itu sudah ada, tentu itu akan dipelajari semuanya," kata Sutarman.

Sutarman menyebutkan, Polri sudah mengikuti pergerakan kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang paling mudah dimasuki paham ISIS. Namun, mantan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat itu mengungkapkan, belum ada pergerakan yang signifikan dari pendukung ISIS.

Menurut Sutarman, paham ISIS itu juga tidak sepenuhnya diterima oleh kelompok radikal. Dia mencontohkan, putra mantan Amir Jema'ah Ansharut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir pun menolak keberadaan ISIS. "Jadi paham itu masih inilah, enggak terlalu banyak pengaruhnya di sini," ujar Sutarman.

Ia mengatakan, kepolisian tidak bisa langsung menangkap para pendukung ISIS karena pernyataan mendukung belum bisa dikategorikan perbuatan melanggar hukum. "Sepanjang dia (pendukung ISIS) belum melanggar hukum, belum. Penangkapan orang itu kan harus dasar hukum yang kuat, pakai alat bukti," katanya.

Beda negara, beda penanganan

Jika Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang tegas untuk menjerat para pendukung ISIS, cara penanganan berbeda terhadap teror ISIS dilakukan negara lain. Spanyol, misalnya, sempat menahan gadis berusia 14 tahun dan perempuan 19 tahun karena mencoba bergabung ke ISIS. Pasukan keamanan Spanyol menghentikan keduanya pada 2 Agustus lalu, saat mereka mencoba masuk wilayah Maroko yang menjadi kantong wilayah Spanyol. Aparat keamanan Spanyol juga telah melakukan tiga penggerebekan terhadap kelompok perekrut calon sukarelawan dan menangkap setidaknya 20 orang terkait ISIS.

Di Australia, seorang pemuda diperiksa aparat kepolisian setelah menyatakan dukungannya secara terbuka untuk ISIS dalam akun Facebook-nya. Sementara di Indonesia, meski bukti-bukti kehadiran ISIS kian nyata, aparat di Tanah Air belum melakukan tindakan represif. Upaya penanganan ISIS saat ini digencarkan dengan pendekatan preventif. Misalnya, Kementerian Agama akan melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, Kementerian Luar Negeri bertukar informasi dengan negara-negara Timur Tengah agar tidak dengan mudah memberi visa bagi WNI ke daerah konflik, Kemenhuk dan HAM menyeleksi ketat penerbitan paspor, hingga instruksi khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memblokir informasi soal ISIS di dunia maya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Nasional
55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

Nasional
Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Nasional
Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Nasional
Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Nasional
Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Nasional
Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com