Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Masih Telisik Transaksi Mencurigakan Hadi Poernomo

Kompas.com - 30/04/2014, 17:16 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) masih menelusuri transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengajuan keberatan pajak PT Banak Central Asia. PPATK belum menyerahkan kepada KPK hasil analisis transaksi mencurigakan terkait Hadi.

"Belum, karena transaksi (memerlukan waktu) lama," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso melalui pesan singkat, Rabu (30/4/2014).

Menurut Agus, KPK telah menyampaikan permintaan kepada PPATK untuk menelusuri transaksi yang berkaitan dengan Hadi.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penelusuran aset merupakan salah satu prosedur standar yang dilakukan KPK terhadap seorang tersangka. Dengan melakukan penelusuran aset, KPK bisa mendapatkan bayangan mengenai profil kekayaan tersangka itu sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan saat menuntut penggantian kerugian negara nantinya.

Nilai harta yang dilaporkan Hadi kepada KPK dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tertanggal 9 Februari 2010 mencapai sekitar Rp 38,8 miliar. Harta itu berupa bentuk lahan, bangunan, logam mulia, batu mulia, barang seni, barang antik, dan harta lainnya. KPK menetapkan Hadi Poernomo, selaku mantan Dirjen Pajak, sebagai tersangka kasus korupsi permohonan keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk tahun 2003 sejak 21 April 2014.

Hadi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak setelah menerima seluruh permohonan keberatan pajak PT BCA Tbk atas transaksi non-performing loan (NPL) sebesar Rp 5,7 triliun. Kasus ini bermula dari pengajuan surat keberatan pajak oleh BCA pada 17 Juni 2003.

Terhadap keberatan itu, pada 13 Maret 2004, Direktur PPh Ditjen Pajak mengirimkan surat pengantar risalah keberatan kepada Dirjen Pajak yang saat itu dijabat Hadi. Surat pengantar tersebut berisi hasil telaahan dan kesimpulan telaahan keberatan serta usulan kepada Hadi selaku Dirjen Pajak untuk menolak permohonan keberatan pajak BCA. Namun, pada 18 Juni 2004 atau satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan atas keberatan pajak BCA, Hadi memerintahkan Direktur PPh selaku pejabat penelaah keberatan melalui nota dinas Dirjen Pajak tanggal 17 Juni 2004 untuk mengubah kesimpulan dan saran hasil telaahan keberatan wajib pajak PT BCA Tbk.

Menurut KPK, melalui nota dinas, Hadi meminta kepada Direktur PPh, selaku pejabat penelaah, agar mengubah kesimpulan menjadi menerima seluruh keberatan. Karena nota dinas Dirjen Pajak yang menerima permohonan keberatan pajak BCA tersebut diterbitkan sehari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan atas permohonan BCA tersebut, Direktur PPh tidak punya cukup waktu dan kesempatan lagi untuk memberikan tanggapan terhadap nota dinas tersebut.

Nota dinas Dirjen Pajak yang dikeluarkan Hadi untuk menerima keberatan pajak BCA itu mengabaikan fakta bahwa materi keberatan yang sama juga diajukan sejumlah bank lain dan diputuskan ditolak. Atas perbuatan Hadi itu, negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp 375 miliar. Perhitungan tersebut berasal dari potensi pajak yang seharusnya dibayarkan oleh BCA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com