Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu, Titik Krusial Politikus

Kompas.com - 26/04/2014, 07:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan yang dalam beberapa hari belakangan menghiasi berita sejumlah media massa akhirnya dapat diselesaikan pada Kamis (24/4/2014). Dalam acara Musyawarah Kerja Nasional III di Bogor, secara terbuka Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mengakui kesalahan serta memohon maaf kepada semua pengurus dan kader PPP.

Konflik di PPP mulai tercium publik saat Suryadharma menghadiri kampanye Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Gelora Bung Karno, 23 Maret 2014.

Pada 13 April 2014, sebanyak 26 dari 34 Dewan Pimpinan Wilayah PPP meminta dewan pimpinan pusat partai itu menggelar rapat pleno untuk meminta pertanggungjawaban langkah Suryadharma tersebut. Suryadharma menjawab gerakan DPW PPP itu dengan memecat Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa dan lima unsur pimpinan DPW PPP, serta menyatakan dukungan bagi calon presiden (capres) dari Partai Gerindra Prabowo, Subianto.

Jalan keluar konflik mulai terlihat setelah Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair mengeluarkan fatwa, yang antara lain meminta pihak-pihak yang berseteru segera melakukan islah atau upaya damai. Dengan adanya islah, berarti tidak terjadi pemecatan dan rotasi. Selain itu, PPP juga belum menyatakan koalisi dan menentukan capres dan calon wakil presiden (cawapres).

Dinamika internal belakangan ini sebenarnya tidak hanya terjadi di PPP. Sejumlah kader Partai Golkar juga mulai mempertanyakan pencapresan ketua umum partai itu, Aburizal Bakrie.

Konvensi pemilihan calon presiden dari Partai Demokrat juga di simpang jalan menyusul perolehan suara partai itu di pemilu legislatif lalu yang hanya sekitar 10 persen menurut hitung cepat sejumlah lembaga. Akibatnya, Partai Demokrat tak dapat mengajukan sendiri pasangan capres-cawapres.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mensyaratkan, pasangan capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memperoleh paling sedikit 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif.
Titik krusial

Berbagai dinamika itu terjadi karena dalam praktik politik Indonesia selama era reformasi, pemilu menjadi salah satu dari tiga titik krusial bagi parpol dan politikus. Dalam pemilu, titik krusial dimulai saat penetapan daftar calon anggota legislatif, penetapan caleg terpilih, hingga penentuan dukungan/koalisi capres-cawapres dan penyusunan kabinet.

Dua titik krusial lain adalah saat pemilihan/pergantian pengurus parpol dan pemilihan kepala daerah. Dalam pergantian pengurus, titik krusial terjadi saat perebutan posisi ketua dan pembentukan pengurus. Sementara di pilkada, titik krusial muncul saat penentuan calon yang diusung dan koalisi parpol pendukung.

Sejarah menunjukkan, keretakan atau perpecahan sering terjadi dalam titik-titik krusial tersebut. Surya Paloh mendirikan ormas Nasional Demokrat dan kemudian Partai Nasdem setelah dikalahkan Aburizal Bakrie dalam pemilihan ketua umum Partai Golkar.

Perebutan kekuasaan

Pemilu, pilkada, dan pergantian pengurus parpol menjadi titik krusial karena pada saat itulah terjadi perebutan kekuasaan politik yang umumnya berimplikasi kepada sumber daya ekonomi.

Gagal diusung di pilkada atau masuk dalam daftar caleg berarti gagal atau tertundanya merintis karier politik menjadi kepala daerah atau legislator. Sementara kalah dalam perebutan posisi pimpinan partai berarti hilangnya peluang untuk mengurus partai berikut berbagai efek ikutan di dalamnya.

Salah memilih rekan koalisi bisa berakibat kalah di pilkada atau pemilu. Kekalahan itu bisa berarti kegagalan masuk kabinet/pemerintahan.

Dalam politik Indonesia, kekuasaan politik berimpitan dengan sumber daya ekonomi. Untuk merebut kekuasaan politik, umumnya dibutuhkan modal ekonomi. Sebaliknya, dengan punya kekuasaan politik, terbuka peluang untuk mendapatkan akses ekonomi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Nasional
“Saya kan Menteri...”

“Saya kan Menteri...”

Nasional
Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Nasional
Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Nasional
Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Nasional
Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Nasional
Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Nasional
Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Nasional
Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Nasional
Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com