Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Bayangan, Calon Wakil Presiden

Kompas.com - 25/04/2014, 07:50 WIB

Oleh: Tri Agung Kristanto

Hingga saat ini, kecuali koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bersama Partai Nasdem, belum ada satu pun partai politik yang resmi bekerja sama untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden bersama dalam pemilihan umum, 9 Juli mendatang. Artinya, belum ada pula calon presiden dan wapres yang bisa disebutkan. Calon presiden memang sudah jelas, tetapi calon wapres masih berupa bayangan.

Koalisi yang sempat dibangun antara Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang diprakarsai oleh Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, pada Rabu (23/4) dibatalkan melalui fatwa dari Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair.

Keputusan itu diperkuat dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) III PPP di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada hari yang sama. Perkembangan ini menempatkan Prabowo Subianto, calon presiden yang diusung oleh Partai Gerindra, dalam ketidakpastian kembali untuk maju dalam pemilu presiden.

Mengacu pada hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga survei saat pemilu legislatif, 9 April lalu, Partai Gerindra meraih 11-12 persen suara. Jika mengikuti perhitungan cepat harian Kompas, partai yang didirikan oleh Prabowo itu meraih suara sekitar 11,76 persen. Jika digabungkan dengan PPP, yang diprediksi meraih sekitar 6,68 persen suara, gabungan kedua parpol itu belum cukup untuk mengangkat Prabowo ke panggung pemilu presiden.

Dari perkiraan perolehan kursi di DPR, kedua partai itu belum memenuhi syarat untuk mengusung calon presiden/wapres, sehingga perlu keterlibatan partai lain dalam koalisi.

Keputusan Majelis Syariah dan Mukernas III PPP, yang membatalkan kesepakatan koalisi yang dibuat Suryadharma, bukan hanya membuat Prabowo harus bekerja keras membangun koalisi baru lagi, melainkan juga membuka peluang bagi partai berlambang Ka’bah itu untuk membuat koalisi baru. Tak tertutup kemungkinan, koalisi yang dibangun PPP tidak lagi bersama dengan Prabowo.

Mukernas II PPP di Bandung, Februari lalu, memutuskan mengajukan sejumlah nama calon presiden, yang tentu bisa menjadi calon wapres sesuai perolehan suara PPP dan kesepakatan dengan partai lain yang berkoalisi, tetapi tidak ada nama Prabowo.

Selain nama Suryadharma Ali, PPP menyiapkan nama mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla, Jokowi (Gubernur DKI Jakarta), Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa, Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Isran Noor, serta mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie sebagai calon presiden. Ditambah ada seruan dari Forum Umat Islam-Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar partai yang berbasis Islam bisa bersatu menjadi koalisi dan mengajukan calon presiden/wapres, PPP memprakarsai.

Apalagi, PPP selama ini mencoba menjadikan diri sebagai partai ”rumah besar” bagi umat Islam. Selain PPP, partai yang berbasis massa Islam adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Gabungan partai ini membukukan 31,80 persen suara, sesuai hasil hitung cepat harian Kompas. Meski masih terbuka peluang, PPP atau partai yang berbasis Islam membentuk koalisi dengan partai berbasis nasionalis lain.

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres tegas menyebutkan, pasangan calon presiden dan wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wapres. Sesuai ketentuan ini, baru koalisi PDI-P, sesuai hitungan cepat harian Kompas meraih 19,22 persen suara dan Partai Nasdem dengan 6,71 persen suara, yang sudah bisa mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden dengan siapa pun calon wapresnya.

Calon wapres menentukan

Hingga kini, hanya ada tiga calon presiden, yang dicalonkan partai, berpeluang mengikuti pemilu presiden setelah berkoalisi dengan partai lain. Selain Jokowi dan Prabowo, ada Aburizal Bakrie yang diunggulkan Partai Golkar. Calon presiden dan wapres yang diusung Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Wiranto-Hary Tanoesoedibjo, dipastikan tak bisa bersama lagi dalam pencalonan pemilu presiden mendatang. Alasannya, dari hitungan cepat berbagai lembaga survei, perolehan suaranya jauh dari harapan, sekitar 5 persen. Oleh karena itu, Hanura tak akan bisa menjadi pemimpin koalisi untuk mengusung calon presiden dan wapres.

PKB yang memiliki calon presiden yang sudah dipublikasikan, yakni mantan Ketua MK Moh Mahfud MD dan musisi Rhoma Irama, belum menentukan koalisinya. Padahal, PKB bisa menjadi penentu koalisi untuk pencalonan presiden. Konvensi calon presiden yang digelar Partai Demokrat sampai kini belum jelas hasilnya. Padahal, partai pemenang Pemilu 2009 itu berpotensi untuk memimpin koalisi. Sebab, sesuai hitung cepat berbagai lembaga survei, partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu berpotensi menjadi peraih suara terbanyak keempat dalam pemilu legislatif pada tahun ini.

Partai Nasdem sampai hari ini belum secara tegas menyatakan calon wapres yang disodorkan untuk mendampingi Jokowi. Hal ini memudahkan calon presiden dari PDI-P itu, tentu saja bersama Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, menentukan calon wapres.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com