Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Ada Dugaan Hadi Poernomo Tak Sendirian

Kompas.com - 22/04/2014, 08:41 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami dugaan keterlibatan selain mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo, dalam kasus dugaan korupsi pengajuan penanganan keberatan pajak PT Bank Central Asia. KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.

"Iya, tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang terlibat, tetapi sekarang KPK masih terus mendalami," kata Ketua KPK Abraham Samad melalui pesan singkat, Selasa (22/4/2014). Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya bisa menetapkan pihak selain Hadi sebagai tersangka dalam kasus ini, sepanjang ditemukan dua alat bukti yang cukup.

"Kalau kemungkinan ada tersangka lain, ya sangat terbuka. Ini tergantung apakah nanti dalam pengembangan kasus ditemukan dua alat bukti yang bisa disimpulkan bahwa ada pihak lain yang terlibat," ucap Johan.

KPK resmi mengumumkan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014, atau bertepatan dengan hari ulang tahun Hadi sekaligus waktu pensiun Hadi dari BPK. Saat mengumumkan status tersangka, Abraham mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain. Dia menyebut Hadi diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama kawan-kawan.

"HP (Hadi Poernomo) selaku Dirjen Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004 dan kawan-kawan," ucap Abraham saat itu. Hadi dan kawan-kawan, kata Abraham, disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Penyertaan sangkaan menggunakan Pasal 55 KUHP juga mempertegas dugaan Hadi tidak sendirian melakukan perbuatan tersebut. Abraham mengatakan, Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh keberatan pajak yang diajukan PT Bank Central Asia pada 2003.

Perbuatan ini mengakibatkan kerugian negara, tetapi menguntungkan pihak lain. Selaku Dirjen Pajak ketika itu, Hadi diduga memerintahkan Direktur Pajak Penghasilan (PPh) untuk mengubah hasil analisis Direktorat PPh atas keberatan pajak yang diajukan PT Bank Central Asia. Hasil kesimpulan Direktorat PPh yang semula menolak seluruh keberatan pajak BCA diperintahkan untuk diubah menjadi sebaliknya.

"Jadi tadi kesimpulan yang dibuat Direktur PPh bahwa keberatan wajib pajak BCA ditolak, lewat nota dinas dirjen pajak dalam hal ini Saudara HP (Hadi), itu justru kebalikannya. Dia meminta kepada Direktur PPh selaku pejabat penelaah melalui nota dinas itu, meminta mengubah kesimpulan dari hasil telaahan wajib pajak BCA yang semula ditolak, diubah menjadi menerima seluruh keberatan," tutur Abraham, Senin (21/4/2014).

Nota Hadi tersebut tertanggal 18 Juli 2004, atau satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final atas pegajuan keberatan BCA tersebut. Dengan demikian, menurut Abraham, Direktorat PPh tidak mendapat waktu untuk menyampaikan pendapat yang berbeda atas keputusan Hadi tersebut. Ini karena keputusan itu disampaikan Hadi satu hari sebelum jatuh tempo.

Padahal, sesuai ketentuan, keputusan atas keberatan pajak tersebut harus diambil berdasarkan pertimbangan yang teliti, tepat, cermat, dan bersifat menyeluruh. Hadi seharusnya memberikan tenggang waktu kepada Direktur PPh untuk menyampaikan pendapat yang berbeda.

Selain itu, menurut KPK, Hadi telah mengabaikan fakta bank lain yang ditolak permohonan keberatan pajaknya, meskipun memiliki permasalahan yang sama dengan BCA. "Jadi ada beberapa bank yang juga mengajukan keberatan dan permasalahannya sama dengan BCA, tetapi kemudian bank-bank yang lain itu keberatannya ditolak. Namun, dalam kasus BCA, keberatan pajak BCA itu diterima," ucap Abraham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com