Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Dampak Putusan MK, Hasil Pemilu 2014 Rawan Digugat

Kompas.com - 24/01/2014, 12:33 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, jika Pemilu 2014 tetap dilaksanakan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilu presiden, maka hasil pemilu nantinya rawan digugat. Pasalnya, kata Yusril, pelaksanaan Pemilu 2014 yang akan tidak serentak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

"Ini bisa saja digugat karena ada persoalan legitimasi. MK sudah membuat keputusan yang blunder dengan menyatakan bahwa pemilu serentak baru dilaksanakan pada tahun 2019,” ujar Yusril saat dihubungi, Jumat (24/1/2014), menyikapi putusan uji materi UU Pilpres terkait pemilu serentak.

Yusril menjelaskan, putusan pengadilan seharusnya berlaku semenjak diputuskan, demikian pula dengan putusan MK. Penundaan pelaksanaan putusan, menurut dia, akan menyebabkan kevakuman hukum.

"Ini keputusan yang aneh. Kalau satu undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, tidak bisa menunggu 2019, harus saat itu juga. MK memakai pertimbangan hukum keputusan serupa pada kasus-kasus yang lain, yang saya sebut itu keputusan salah. Masa mau mempertahankan seperti itu?” kata Yusril.

Lebih lanjut, Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang itu memperkirakan bahwa putusan MK terkait pemilu serentak pada tahun 2019 akan berimplikasi serius. Dia yakin, akan ada masyarakat yang mempersoalkan hasil Pemilu 2014.

"Gugatan ini bisa mendeligitimasi kekuasaan negara. Persoalan legitimasi ini serius karena pemimpin ke depan dihasilkan oleh pemilu yang inskonstitusional," kata bakal calon presiden PBB itu.

Seperti diberitakan, MK mengabulkan sebagian uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak dengan putusan pemilu serentak pada 2019. Jika dilaksanakan pada 2014, menurut MK, maka pelaksanaan pemilu dapat mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.

MK dalam putusannya menegaskan bahwa penyelenggaraan pileg dan pilpres yang berlangsung tidak serentak pada 2009, dan akan diulangi pada Pemilu 2014, tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Untuk keputusan pemilu serentak, diperlukan aturan baru sebagai dasar hukum dalam melaksanakannya.

Dengan putusan MK itu, syarat pengusungan capres-cawapres pada Pilpres 2014 tetap berpegang pada UU Pilpres, yakni 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional. Jika tak cukup, maka parpol harus berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres.


 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com