Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbitkan Perpres Pengendalian Miras, Presiden Dikritik

Kompas.com - 10/01/2014, 17:06 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikritik terkait penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Perpres itu dinilai sama dengan membuka ruang peredaran minuman keras di Indonesia.

"Ini sama dengan memberikan amunisi baru atas berbagai keonaran dan hilangnya nyawa anak bangsa atas penggunaan minuman beralkohol berlebihan," kata Sekretaris Jenderal PPP Romahurmuziy di Jakarta, Jumat (10/1/2014), menyikapi Perpres yang ditandatangani 6 Desember 2013.

Romahurmuziy atau akrab disapa Romy mengatakan, selama ini sudah banyak korban jiwa akibat bebasnya peredaran minuman beralkohol. Atas dasar itu, Romy mengaku tak menemukan alasan positif di balik keputusan Presiden SBY kembali menghidupkan Perpres tersebut.

Ketua Komisi IV DPR itu menjelaskan, Mahkamah Agung telah membatalkan Keputusan Presiden mengenai aturan minuman beralkohol. Seharusnya, pembatalan Keppres oleh MA itu menjadi yurisprudensi atas batal demi hukumnya Perpres Nomor 74.

Selanjutnya, PPP mendesak Rancangan Undang-Undang Antimiras segera disahkan oleh DPR di akhir Maret 2014 nanti. Tujuannya, untuk menutup celah peredaran minuman beralkohol di Indonesia.

"(RUU Antimiras) untuk menghapuskan minuman beralkohol dari seluruh retailer serta jalanan di Indonesia, dan meletakkan Perpres Miras ini batal demi hukum," katanya.

Secara terpisah, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsy juga menyesalkan Perpres tersebut. Seharusnya, kata dia, Presiden SBY mengeluarkan aturan atas bahaya mengonsumsi minuman beralkohol.

"Karena menurut sebuah penelitian, tak kurang 50 orang meninggal setiap harinya. Sekian banyak korban tersebut kebanyakan disebabkan karena minuman oplosan atau minuman ilegal. Seharusnya aturan yang dibuat pemerintah memberikan solusi atas kondisi ini," kata Aboe Bakar.

Anggota Komisi III DPR itu menilai, aturan yang dibuat pemerintah terkait peredaran minuman beralkohol masih sangat lembek. Padahal, dari 530 kabupaten/kota di Indonesia, hanya 20 daerah yang memiliki perda minuman keras.

Perpres Nomor 74 Tahun 2013, lanjutnya, sebenarnya terbit untuk menggantikan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dibatalkan oleh MA lantaran dinilai bertentangan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

"Munculnya Perpres 74/2013 akan kembali berbenturan dengan sejumlah perda yang melarang total peredaran miras. Seharusnya, perpres memberikan ruang pada perda untuk membatasi secara total peredaran miras di wilayahnya. Hal itu adalah local wisdom yang harus dihormati pemerintah," pungkasnya.

Seperti diberitakan, melalui Perpres No 74, Pemerintah secara resmi menetapkan bahwa minuman beralkohol (mihol) boleh beredar kembali dengan pengawasan. Dalam Perpres tersebut, mihol dikelompokkan dalam tiga golongan. Pertama, mihol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 persen.

Kedua, mihol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen. Ketiga, mihol golongan C, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 persen.

Pasal 7 Perpres itu menegaskan, minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya boleh dijual di sejumlah tempat di antaranya hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan. Selain itu, mihol juga bisa diperjualbelikan di toko bebas bea.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com