Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bebas Tugaskan Pimpinan, Ombudsman Dikritik

Kompas.com - 27/11/2013, 15:17 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan pimpinan Ombudsman RI di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2013), layaknya persidangan. Rapat tersebut membahas sikap Ombudsman ketika memproses dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Wakil Ketua Ombudsman, Azliani Agus dengan tuduhan melakukan penamparan terhadap petugas bandara.

Sebagian besar anggota DPR membela Azliani yang pernah menjadi anggota DPR. "Apakah benar penamparan itu terjadi? Kami ingin ada obyektivitas di situ," ujar Ketua Komisi II Agun Gunanjar.

Agun mengkritik keputusan rapat pleno Ombudsman yang tidak memberikan ruang kepada Azliani untuk menyampaikan klarifikasi. "Sepatutnya dia diberikan tempat untuk menjelaskan dulu," ucap politisi Partai Golkar itu.

Anggota Komisi II dari Fraksi PAN, Yandri Susanto menganggap keputusan Ombudsman RI yang membebas tugaskan Azliani terlalu terburu-buru. Atas keputusan itu, ia mempertanyakan reputasi Ombudsman. Bahkan, ia menyebut pemberhentian sementara Azliani merupakan keputusan "banci" yang terbawa arus opini. Padahal, kata dia, aksi penamparan belum tentu terjadi.

Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menjelaskan, hingga saat ini belum ada sanksi yang diberikan kepada Azliani karena masih menunggu laporan majelis kehormatan. Menurut Danang, pihaknya hanya membatasi kewenangan Azliani dalam bidang pengawasan dan supervisi demi menjaga nama baik Ombudsman.

"Beliau tetap mendapat gaji dan tetap masuk kantor," ucap Danang.

Penjelasan Danang itu langsung disambut sejumlah interupsi. Menurut Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Abdul Gaffar Gatappe, penjelasan Danang sama saja dengan sanksi.

Hal senada juga disampaikan Agun. "Kalau saya lihat sama saja, ya sanksi, ini cuma muter-muter aja," ujar Agun.

Anggota Ombudsman lain, Petrus B bersikeras bahwa pihaknya belum menjatuhkan sanksi. Membatasi wewenang Azliani juga bukanlah sanksi. "Di dalam pleno tidak ada yang namanya sanksi. Ini murni untuk menjaga Ombdusman agar masyarakat tidak bingung, tidak bias," ucap Petrus.

Agun lalu mengatakan, "Jangan sampai atas nama lembaga, jadi mengorbankan seorang pimpinan." 

Menjawab berbagai kritikan itu, Danang meminta agar DPR mengerti kondisi yang kini dihadapi instansinya. "Kami tidak ingin ada preseden kami membiarkan tindakan yang tidak patut. Kami pun tidak hanya menilai soal penamparan, tetapi lebih tentang patut atau tidaknya saudari Azliani membiarkan masyarakat atau bersikap kasar dengan membentak," ucap Danang.

Hingga kini, perdebatan antara anggota DPR dengan Ombudsman masih terus terjadi. Hanya ada satu fraksi yang menyatakan dukungannya terhadap sikap yang ditunjukkan Ombudsman.

"Kasus ini menimbulkan distrust. Terlepas ini ada atau tidaknya penamparan, tapi tetap ada sikap tidak proporsional. Saya mendorong Ombudsman segera menindak, jangan lambat," ujar anggota Komisi II dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com