Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Jenderal Hoegeng, Nasi Garam, dan Toko Bunga

Kompas.com - 20/11/2013, 10:36 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Dengan nada pelan, Meriyati Roeslani menceritakan sedikit kenangan bersama sang suami, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso. Di usia 89 tahun, Meriyati yang akrab disapa Meri ini mengaku sulit mengingat semua kisah tentang suaminya.

"Saya mencoba mengingat kembali. Umur saya sudah banyak sekali," kata Meri membuka pembicaraan.

Namun, ada satu hal yang tak mungkin bisa dilupakan Meri hingga kini yaitu soal nilai kejujuran yang ditanamkan Hoegeng pada keluarganya. Meri ingat betul ketika keluarganya hidup pas-pasan karena Hoegeng dipensiunkan dini pada masa kepemimpinan Soeharto.

"Yang saya ingat itu, waktu Mas Hoegeng dipensiunkan umur 49 tahun. Padahal masih banyak yang mau dia kerjakan. Saya menghadapi waktu yang sangat berat bagi istri. Tapi dia masih mau bekerja membetulkan semuanya," kisah Meri ketika ditemui saat peluncuran buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya wartawan Kompas, Suhartono, di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sungkem ke ibu

Hoegeng berhenti menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tahun 1971. Tak lagi memiliki pekerjaan, Hoegeng langsung menemui ibunya di rumah.

"Dia datang ke rumah menjumpai ibunya. Saya menghormati sekali. Saya tidak bisa lupakan itu. Dia sungkem katanya, 'saya tidak punya pekerjaan lagi, Bu'. Ibunya mengatakan, 'kalau kamu jujur melangkah, kami masih bisa makan nasi sama garam.' Itu yang bikin kita kuat semua," kenang Meri.

Peristiwa ini sangat melekat di memori Meri. Hoegeng ternyata mewarisi sifat orangtuanya dalam hal kejujuran.

Toko bunga

Satu hal lagi yang paling diingat Meri ketika dirinya diminta menutup toko bunga. Kala itu, Hoegeng menjabat Kepala Jawatan Imigrasi Indonesia.

"Saat membuka toko bunga di garasi kami untuk menambah pemasukan, waktu dia menjabat kepala imigrasi minta menutup toko itu. Sudah 60 tahun saya bersama Mas Hoegeng, saya tahu sifatnya, mau ke mana arahnya," kenang Meri.

Rupanya Hoegeng khawatir orang-orang yang membeli bunga nantinya merupakan relasinya di Imigrasi. Dia tak mau itu terjadi. Akhirnya Meri bersedia menutup toko bunganya.

Sebagai istri Kapolri saat itu, Meri tidak menjabat sebagai Ketua Umum Bhayangkari. Hoegeng meminta pemegang jabatan itu dipilih dengan pemilihan.

Meninggal

Meri setia menemani hingga akhir hayat suaminya. Hoegeng meninggal dunia pada 14 Juli 2004 karena menderita stroke. Mereka dikaruniai tiga anak yaitu Reni Soerjanti, Aditya Soetanto, dan Sri Pamujining Rahayu. Hoegeng meninggalkan empat cucu dan empat cicit.

Anak pertama Hoegeng yaitu Reni, melihat sosok ayahnya sebagai pribadi yang tak banyak bicara, tetapi menunjukkan langsung apa yang baik dilakukan oleh anak-anaknya.

"Orangnya sederhana banget, memberikan contoh yang baik. Bapak selalu pesen kita harus hidup dengan baik, jujur, dan sederhana," kata Reni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com