"Lobi itu boleh asal tidak dengan uang. Fit and proper test itu kan cuma dua jam, untuk pendalaman," ujar Trimedya saat dihubungi, Jumat (20/9/2013).
Lantaran waktu yang singkat itu, pria yang menjabat Ketua Badan Kehormatan DPR RI ini pun menuturkan bahwa para calon hakim agung kerap berkomunikasi secara informal kepada anggota Komisi III DPR. Namun, kata Trimedya, komunikasi itu bukan berarti membicarakan suatu perjanjian khusus antara si calon dan anggota Dewan.
"Jadi enggak ada lobi yang negatif. Di luar negeri, bahkan lobi dijadikan profesi. Yang salah itu lobi dengan pakai uang," tutur Trimedya.
Terkait dengan pengakuan Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh tentang adanya upaya suap seleksi calon hakim agung, Trimedya meminta agar Imam membuka identitas anggota DPR yang dimaksud.
"Siapa yang paksakan? Ini harus diungkap. Jangan sampai cuma fitnah," ujarnya.
Dia meminta Komisi III DPR untuk segera memanggil Imam untuk membuka identitas anggota DPR yang menitipkan calon hakim agung ke KY.
Praktik suap seleksi hakim agung
Sebelumnya, Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengakui ada praktik percobaan suap dalam seleksi calon hakim agung. Imam mengaku kerap mendapat telepon dari para anggota Dewan dari beberapa fraksi yang meminta calon tertentu diloloskan dalam seleksi awal calon hakim agung di KY.
Anggota Dewan bahkan sempat menjanjikan imbalan sebesar Rp 1,4 miliar jika calon tersebut lolos. Namun, Imam menolak tawaran itu. Dalam sebuah rapat pleno KY pada tahun 2012 untuk menentukan calon hakim agung yang lolos ke seleksi lanjutan, dia membuka adanya praktik suap itu.
Alhasil, semua komisioner KY sepakat calon yang dititipkan itu dinyatakan tidak lolos. Tetapi, keputusan ini menimbulkan protes di DPR.
"Memang sempat marah-marah orang DPR walau tentu saja tidak marah ke saya. KY dikatakan tidak mampu. Lalu DPR menunda uji kelayakan dan kepatutan," ucap Imam.
Pada tahun 2012, DPR sempat menolak melanjutkan proses seleksi calon hakim agung dengan alasan kuota belum terpenuhi. Saat itu, KY yang seharusnya mengirimkan 18 calon hakim agung ternyata hanya mengirimkan 12 calon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.