Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Militer Baru TNI

Kompas.com - 11/05/2013, 11:46 WIB

Oleh Makmur Keliat

KOMPAS.com - Penulis sependapat dengan pernyataan bahwa hasil investigasi TNI terhadap tragedi Cebongan, Sleman, beberapa waktu lalu, adalah perkembangan yang baik dan positif.

Meminjam istilah Andi Wijajanto (Kompas, 6/4/2013), misalnya, laporan hasil investigasi tentang pengakuan keterlibatan Komando Pasukan Khusus menunjukkan adanya budaya militer baru dalam tubuh institusi TNI. Sepertinya, pilihan membuka terus terang tentang pelaku Cebongan adalah opsi strategis rasional dan optimal yang saat ini dimiliki TNI. Di sisi lain, pilihan itu telah menyampaikan sinyal bahwa ”waktunya telah tiba bagi TNI untuk memanfaatkan ruang publik yang lebih terbuka dan luas itu”.

Budaya baru

Namun, sepertinya tidak akan mudah bagi pihak luar menyesuaikan diri ketika TNI berusaha memanfaatkan ruang publik yang lebih besar dan luas itu. TNI yang lebih terbuka dan transparan pasti juga akan membawa ”gelombang energi besar” yang mungkin akan menciptakan ketidaknyamanan bagi beberapa pihak.

Suka atau tidak suka, ada beberapa dampak yang tidak menyenangkan yang lahir dari budaya baru ini. Kultur keterbukaan akan membuat keresahan-keresahan di tubuh TNI memiliki spill-over sekaligus multiplier effects terhadap keresahan pihak lain di luar TNI. Identifikasi yang dilakukan menunjukkan, setidaknya ada empat pertanyaan besar yang harus dijawab aktor politik sipil jika kultur keterbukaan TNI terus menggelinding seperti bola yang kian membesar.

Pertama, tanggapan apa yang diberikan jika TNI mengartikulasikan secara tegas bahwa institusi itu bukan merupakan pemetik manfaat dari proses reformasi yang telah berjalan lebih dari satu dasawarsa?

Pertanyaan ini bukan tidak beralasan. Anggaran pertahanan, misalnya, masih terus menunjukkan adanya gap sangat besar antara yang dibutuhkan dan yang dialokasikan. Ketertinggalan dalam alat utama sistem persenjataan dibandingkan dengan negara tetangga merupakan rangkaian akibat dari keterbatasan anggaran itu. Tidak dimungkinkannya strategi off-budget karena keharusan regulasi yang ada mengakibatkan para perwira di lapangan dituntut untuk menjadi pemain-pemain akrobatik yang luar biasa.

Kedua, sikap apakah yang diberikan jika TNI secara terus terang menyatakan, institusi keamanan lain di luar TNI, terutama Polri, telah menjadi institusi pemetik dividen utama dari proses reformasi? Secara formal, anggaran Polri, seperti halnya TNI, memang juga tak memadai. Namun, pertanyaan ini layak dilontarkan karena privilese kelembagaan yang dimiliki TNI. Di bawah kerangka regulasi yang ada, Polri telah diposisikan tak hanya sebagai aktor keamanan, tetapi juga aktor dalam penegakan hukum, bagian dari sistem peradilan kriminal di Indonesia. Posisi dua kaki seperti ini memberikan ruang dan instrumen yang lebih luas bagi Polri untuk menjadi pemain akrobat yang jauh lebih canggih dibandingkan dengan TNI ketika berusaha mengatasi kendala anggaran di institusinya.

Dengan ikut melenturkan dan berperan dalam menegakkan ”benang basah” proses penegakan hukum di Indonesia, kendala anggaran untuk dirinya sebagai aktor keamanan baik secara institusional maupun secara individual relatif ”berhasil” dikelola. Liputan berbagai media tentang ”rekening gendut” yang sepertinya larut tanpa tindak lanjut menyampaikan tentang ”keberhasilan” itu. Patut pula mencatat bahwa sebenarnya schism antara TNI dan Polri telah sejak lama dipantau beberapa pengamat asing (lihat, misalnya, Robert Karniol, 2004; dan Michael O’Hanlon, 2005) karena kepentingan strategis negaranya terhadap Indonesia

Ketiga, argumen dan sikap apa yang diberikan bila TNI dengan kultur baru itu secara terus terang pula meminta dukungan untuk ikut melakukan penegakan hukum di Indonesia? Meski Polri bukan satu-satunya lembaga penegak hukum, dibandingkan dengan Kejaksaan dan juga KPK, sepertinya Polri menjadi ”terlalu kuat” dalam konstelasi dan peta kewenangan di antara ketiga lembaga penegak hukum itu.

Tanpa kemauan utuh Polri untuk melakukan eksekusi terhadap setiap putusan pengadilan, seluruh proses penegakan hukum dalam kasus-kasus besar memang tetap telah terkesan seperti kegiatan menegakkan benang basah. Kasus Susno Duadji, yang sempat sulit dieksekusi, menyampaikan pesan seperti itu. Karena itu, fasilitas rumah tahanan militer bagi para tersangka KPK menyampaikan sinyal sebagai bagian dari upaya untuk menutup ketidakseimbangan otoritas dalam penegakan hukum yang ada.

Gagasan agar TNI tidak hanya berfungsi sebagai security enforcement agency, tetapi juga bagian dari legal enforcement agency khususnya untuk memberantas preman dan pelaku korupsi, tentu saja suatu ide yang tidak mudah diwujudkan. Karena itu pula, menjadi sangat ironis dan sekaligus kontroversial ketika peradilan sipil-umum tampak tidak berdaya melakukan penegakan hukum untuk mengakomodasikan tuntutan publik terhadap rasa keadilan yang lebih besar (beberapa pihak mengusulkan tragedi Cebongan dibawa ke peradilan sipil). Gagasan ini bertambah ironis dan kontroversial karena, bahkan di AS, perilaku menyimpang seperti di Cebongan tetap ditangani melalui konsep sistem peradilan militer (lihat laporan R Chuck Mason 2012)

Bergantung sipil

Keempat, sikap apa yang diambil jika dengan budaya baru itu TNI kemudian berterus terang menyatakan dirinya sebagai institusi juga telah menjadi ”korban” dari kecenderungan adanya bangunan dinasti politik yang dilegitimasikan melalui proses demokrasi di Indonesia? Tanpa perlu penelitian mendalam, liputan media tentang latar belakang Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang memiliki jejaring hubungan keluarga dengan Presiden, ataupun berita bisik-bisik yang berseliweran tentang pengangkatan beberapa panglima yang pernah menjadi ajudan SBY (baik sebagai sekretaris militer maupun pimpinan Paspampres), serta ”panggung besar” yang telah diberikan kepada putra Presiden dapat dijadikan referensi untuk menyampaikan adanya upaya membangun dinasti itu di tubuh TNI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com