Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Kejaksaan Bisa Eksekusi Susno Detik Ini Juga!

Kompas.com - 26/04/2013, 18:04 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan, kejaksaan seharusnya tak terpengaruh dengan berbagai tafsir hukum yang saat ini berkembang terkait eksekusi mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Umum Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji. Menurutnya, eksekusi bisa dilakukan setelah kasasi yang diajukan Susno ditolak Mahkamah Agung.  

"Harus dilaksanakan pada detik ini juga! Sebagai pejabat negara, jangan ragu-ragu. Tutup mata atas semua perdebatan yang ada, yang tak akan ada habisnya itu. Tidak usah dengarkan orang-orang menafsir hukum semaunya," ujar Jimly saat dihubungi, Kamis (25/4/2013).

Proses eksekusi Susno yang dilakukan tim gabungan kejaksaan, Rabu (24/4/2013) lalu, gagal setelah Susno dan tim kuasa hukumnya, termasuk Yusril Ihza Mahendra, bersikeras tak mau dieksekusi. Alasan yang dilontarkan ialah karena putusan MA dianggap batal demi hukum karena tak mencantumkan perintah penahanan. Namun, dalam pandangan kejaksaan, tidak dicantumkannya perintah penahanan tak serta mengaburkan substansi putusan.

Jimly menilai, sebenarnya, tak ada perbedaan antara kuasa hukum dan pihak kejaksaan. Apa yang diungkapkan tim kuasa hukum Susno dianggapnya sebagai upaya membela kliennya. Setelah kasasi Susno ditolak, kejaksaan tak perlu ragu untuk berpegangan pada putusan pengadilan negeri yang menghukumnya tiga tahun enam bulan penjara.

Namun, tidak adanya kalimat perintah eksekusi dalam amar putusan Mahkamah Agung (MA), menurut Jimly, adalah salah satu bentuk kelalaian lembaga hukum.

"Tetapi, itu tidak mengurangi substansi. Bahwa ada kesalahan tanda titik, koma, itu banyak terjadi," ucapnya.

Menurutnya, hal-hal teknis seperti itu mengaburkan substansi hukumnya.

"Jika sampai persoalan teknis dipermasalahkan, jaksa harus ingat betapa banyak mereka yang tak punya kekuasaan seperti Susno yang harus dihukum karena kesalahan titik koma," imbuhnya.

Meski memiliki kekurangan, Jimly menegaskan, putusan MA harus dijalankan. Pasalnya, hakim memiliki kemerdekaan dalam membuat pertimbangannya sendiri berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku.

"Harus dipahami bahwa keputusan pengadilan adalah keadilan itu sendiri. Ini harus dihormati. Bagi yang tak puas, tidak usah banyak tafsir di luar, langsung saja debat di pengadilan," ungkap Jimly.

"Susno juga bisa menggugat negara melalui pengadilan atau bisa ajukan langkah luar biasa dengan peninjauan kembali (PK)," katanya.

Perdebatan soal Pasal 197 KUHAP

Perdebatan soal sah tidaknya eksekusi yang dilakukan kejaksaan bermula dari penolakan pihak Susno. Susno dan kuasa hukumnya menilai, putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan. Oleh karena itu, eksekusi tak bisa dilakukan. Tidak dicantumkannya perintah penahanan, dalam pandangan pihak Susno, membuat putusan itu batal demi hukum.

Mereka mengacu pada ketentuan Pasal 197 Ayat 2 yang menyatakan bahwa putusan batal demi hukum jika tidak memuat ketentuan Pasal 197 Ayat 1 KUHAP. Adapun Pasal 197 Ayat 1 huruf k menyatakan bahwa surat pemidanaan di antaranya harus memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.

Pasal tersebut pernah diajukan uji materi oleh Parlin Riduansyah dengan Yusril sebagai kuasa hukumnya. Pemohon meminta agar mendalilkan bahwa Pasal 197 Ayat (1) huruf k juncto Pasal 197 Ayat (2) sepanjang frasa "batal demi hukum" UU 8/1981 bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1), dan 28G Ayat (1) UUD 1945 karena memuat rumusan yang menimbulkan ketidakpastian hukum.

Uji materi ini ditolak oleh MK melalui putusan yang dibacakan pada 22 November 2012. Dalam pendapatnya, MK menyatakan bahwa penafsiran tidak dimuatnya ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k dalam surat pemidanaan akan mengakibatkan putusan batal demi hukum justru bertentangan dengan UUD 1945.

MK juga menyatakan, Pasal 197 Ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Selain itu, MK memutuskan perubahan bunyi Pasal 197 Ayat (2) dengan menghapus bagian huruf k menjadi "Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Eksekusi Susno Duadji

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Nasional
    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    Nasional
    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

    Nasional
    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Nasional
    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Nasional
    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Nasional
    Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Nasional
    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

    Nasional
    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Nasional
    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

    Nasional
    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Nasional
    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Nasional
    Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

    Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

    Nasional
    Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

    Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

    Nasional
    Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

    Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com