JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Indra, menegaskan, pasal penyadapan yang terdapat di dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak akan melemahkan KPK dalam mengungkap kasus korupsi. Pasalnya, UU KPK bersifat lex specialis bukan lex generalis.
"KPK memiliki UU yang sifatnya lex specialis sehingga RUU yang kemarin disampaikan presiden tidak akan mengecilkan wewenang KPK," kata Indra kepada Kompas.com, Kamis (21/3/2013).
Indra menjelaskan, instansi penegak hukum lain, yakni kepolisian dan kejaksaan, wajib mengajukan izin terlebih dahulu sebelum melakukan penyadapan. "Mereka (kepolisian dan kejaksaan) tidak memiliki undang-undang khusus seperti yang dimiliki KPK sehingga harus memperoleh izin terlebih dulu dari pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan," jelasnya.
Seperti diberitakan, persoalan penyadapan yang diatur di dalam RUU KUHAP telah memicu berbagai macam penolakan dari publik. Publik menilai, persoalan izin penyadap akan melemahkan wewenang KPK dalam memberantas kasus korupsi di negeri ini.
Dalam draf RUU KUHP yang diajukan pemerintahan soal penyadapan bahkan pemuatan berita hasil penyadapan itu mempunyai konsekuensi pidana. Dalam Pasal 300 RUU KUHP disebutkan, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan alat bantu teknis mendengar pembicaraan yang berlangsung di dalam atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup, atau yang berlangsung melalui telepon padahal bukan menjadi peserta pembicaraan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun."
Pelanggaran terhadap Pasal 300 RUU KUHP memiliki konsekuensi pidana. Sementara itu, Pasal 302 RUU KUHP mengatur soal siapa saja yang memuat hasil pembicaraan soal hasil penyadapan juga memiliki konsekuensi pidana. Pasal 302 RUU KUHP menyebutkan, "Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang yang diketahui atau patut diduga memuat hasil pembicaraan yang diperoleh dengan mendengar atau merekam dipidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda."
Pasal 302 RUU KUHP ini berpotensi menjerat media yang kadang memuat hasil penyadapan percakapan telepon dari tersangka korupsi. KPK berhasil mengungkap sejumlah kasus dugaan korupsi setelah menggunakan hak penyadapan.
Hasil penyadapan itu digunakan KPK sebagai pembuktian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah memperdengarkan hasil sadapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah penegak hukum yang mengungkap keterlibatan sejumlah petinggi hukum dalam kasus hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.