Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Tolak Beberkan Pemilik Rekening Gendut

Kompas.com - 07/01/2013, 21:46 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf menolak membeberkan nama anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang diduga memiliki rekening gendut. Menurutnya, hal itu sama dengan melanggar hukum, khususnya Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang melarang membeberkan identitas para terduga terlebih atas nama perorangan.

"Ya tidak boleh dong, kan UU TPPU melarang menyebut nama orang, atau nama banknya," kata Yusuf saat dijumpai Kompas.com, Senin (7/1/2013), di Gedung PPATK, Jakarta. Pernyataan Yusuf itu terkait permintaan sejumlah anggota DPR RI yang mendesak PPATK untuk mebeberkan nama wakil rakyat yang disinyalir memiliki rekening gendut.

Selain minta dibeberkan, DPR juga meminta PPATK setidaknya melaporkan temuannya kepada Badan Kehormatan (BK) DPR RI. Saat ditanya mengenai jumlah pasti anggota Banggar pemilik rekening gendut, Yusuf menegaskan sampai dengan hari ini jumlahnya menjadi bertambah. Dari yang semula hanya 18 orang, pada Senin hari ini bertambah menjadi 21 anggota DPR.

"Kita rekomendasikan ke KPK, jumlahnya bertambah jadi 21 anggota Banggar dan yang terkait Banggar," ujarnya.

Seperti diketahui, PPATK telah melaporkan anggota Banggar yang memiliki rekening gendut dan terindikasi korupsi kepada KPK. Dari pemeriksaan, diketahui ada yang akumulasi nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah. Menurut Yusuf, PPATK menyerahkan sejumlah laporan hasil analisis (LHA) anggota Banggar itu secara bertahap kepada KPK. Selain rekening gendut anggota Banggar, PPATK juga melaporkan rekening gendut sejumlah anggota DPR.

Namun, Yusuf belum menjelaskan berapa jumlah anggota DPR yang dimaksud. Sejak 2003 hingga Juni 2012, PPATK menerima lebih dari 2.000 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) terkait anggota Banggar dari penyedia jasa keuangan. PPATK lalu menganalisis transaksi mencurigakan itu untuk mengetahui ada atau tidak indikasi pidana. PPATK telah menganalisis sekitar 1.000 lebih LTKM.

Dari hasil analisis itulah diketahui ada 21 anggota Banggar yang memiliki rekening gendut. Menurut Yusuf, ada beberapa pertimbangan yang digunakan KPK untuk menyatakan 21 anggota Banggar itu terindikasi korupsi. Pertama, kegiatan Banggar rawan korupsi karena mengelola ratusan triliun rupiah anggaran negara.

Kedua, frekuensi transaksi keuangan 10 anggota Banggar itu tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR. Aliran masuk ke rekening anggota Banggar umumnya transaksi tunai sehingga PPATK tidak bisa mendeteksi asal uang itu. Yusuf menjelaskan, LHA anggota Banggar yang dilaporkan ke KPK merupakan inisiatif dari PPATK. Jadi, LHA yang dilaporkan PPATK tidak selalu terkait dengan kasus yang tengah ditangani KPK.

Ikuti berita-berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Rekening Gendut DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

    Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

    Nasional
    JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

    JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

    Nasional
    Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

    Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

    Nasional
    Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

    Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

    Nasional
    PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

    PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

    Nasional
    Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

    Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

    Nasional
    Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

    Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

    Nasional
    Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

    Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

    Nasional
    DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

    DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

    Nasional
    Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

    Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

    Nasional
    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Nasional
    KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

    KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

    Nasional
    Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

    Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

    Nasional
    KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

    KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

    Nasional
    Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

    Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com