Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Kelam Pemberantasan Korupsi...

Kompas.com - 29/12/2012, 12:18 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tahun 2012 seolah menjadi jalan yang panjang bagi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Jilid III. Akhir tahun 2012, masa kepemimpinan mereka genap satu tahun.

Setelah diangkat Presiden pada Desember 2011 lalu, pimpinan KPK jilid III memulai tugas pemberantasan korupsi. Jalan yang mereka tempuh bisa dibilang cukup berduri. Sejumlah kasus besar dan perseturuan dengan kepolisian cukup menguras tenaga KPK. Belum lagi, jumlah penyidik terus berkurang setelah KPK mulai menyidik kasus dugaan korupsi simulator surat izin mengemudi (SIM) yang melibatkan jenderal kepolisian.

Berseteru dengan Kepolisian

Kasus inilah yang menjadi pangkal perseteruan KPK dengan Polri. Pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri mulai diselidiki KPK sejak awal Januari. KPK pun memutuskan untuk meningkatkan penyelidikan kasus ini ke tahap penyidikan pada 27 Juli. Ketika itu, surat perintah penyidikan yang diteken pimpinan KPK menyebutkan tersangka dalam kasus ini adalah Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan kawan-kawan.

Tiga hari setelah meneken sprindik, KPK menggeledah markas Korlantas Polri. Sehari sebelum penggeledahan, Ketua KPK bertandang ke Mabes Polri menemui Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk memberitahukan bahwa KPK menyidik kasus pengadaan simulator di Korlantas. Menurut Abraham, Kapolri saat itu mempersilakan KPK menyidik kasus tersebut.

Izin Kapolri inilah yang memperlancar penggeledahan KPK sejak pukul 16.00 WIB. Hingga akhirnya, datang petugas berpangkat komisaris besar dari Bareskrim Mabes Polri yang meminta penggeledahan dihentikan.

Sempat terjadi ketegangan karena penyidik KPK mengatakan langkah mereka dibenarkan UU. Saat diminta menunjukkan izin dari Kapolri untuk menggeledah markas Korlantas, penyidik KPK malah memperlihatkan surat izin penggeledahan dari pengadilan.

Meski penggeledahan bisa kembali dilakukan, setelah dihentikan, KPK tak mulus membawa barang bukti kembali ke kantor mereka. Ketika barang bukti bisa dibawa ke KPK, masih ada petugas dari Bareskrim Mabes Polri yang ikut menjaganya. Ini memang bagian dari kesepakatan KPK dengan Polri. (Baca: Kisah KPK yang Ditahan Lebih dari 24 Jam)

Hanya tiga hari sejak KPK menggeledah markas Korlantas, tepatnya tanggal 2 Agustus, Polri mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus korupsi pengadaan simulator di Korlantas ke kejaksaan. SPDP itu disertai nama-nama tersangka, antara lain, mantan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo serta dua rekanan pengadaan, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. Tiga nama ini sebenarnya sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Polri ngotot berhak menyidik kasus korupsi pengadaan simulator ini meskipun KPK telah menyidik kasusnya terlebih dahulu. Kewenangan KPK tersebut tertera dalam UU No 30/2002 tentang KPK.

Pimpinan KPK sadar betul penyidikan kasus korupsi simulator bakal penuh tantangan. Salah seorang unsur pimpinan KPK mengatakan, sebelum memutuskan kasus ini ditingkatkan menjadi penyidikan, terlebih dulu dibicarakan mitigasi serangan balik terhadap KPK. Salah satunya adalah bagaimana jika terjadi kriminalisasi seperti yang terjadi pada mantan unsur pimpinan KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Tak lama setelah penggeledahan, kepolisian menarik 20 penyidiknya yang bertugas di KPK.

Penyidik Jadi Tersangka

Masih lekat di ingatan kita saat sejumlah petugas Kepolisian Daerah Bengkulu dengan dibantu Polda Metro Jaya mengepung Gedung KPK, Jakarta, pada 5 Oktober lalu. Saat itu, mereka hendak menangkap penyidik senior KPK, Komisaris Novel Baswedan, pimpinan satuan tugas penyidikan kasus simulator SIM. Novel ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bengkulu atas dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu 2004 silam.

Penggerudukan itu terjadi seusai KPK memeriksa Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo yang menjadi tersangka kasus simulator SIM. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai penyerbuan ini sebagai upaya kriminalisasi KPK.

Menurut Bambang, penetapan Novel sebagai tersangka tidaklah tepat. Dia mengatakan kalau Novel tidak melakukan penembakan terhadap pencuri sarang burung walet seperti yang dituduhkan kepolisian. Penembakan itu, menurutnya, dilakukan anak buah Novel dan Novel sudah menerima sanksi disiplin cukup keras atas tindakan anak buahnya tersebut. Kasus ini sudah selesai sejak 2004.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com