Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Jangan Ragu Bebaskan Wa Ode

Kompas.com - 18/10/2012, 10:26 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Yusril Ihza Mahendra selaku pengacara terdakwa Wa Ode Nurhayati meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak ragu-ragu membebaskan kliennya jika memang fakta persidangan dugaan kasus suap DPID menunjukkan bahwa Wa Ode tidak bersalah. Majelis hakim tipikor dijadwalkan membacakan putusan atas perkara Wa Ode, Kamis (18/10/2012) siang nanti.

“Harapan saya hakim tak ragu mengambil keputusan kalau dia yakin terdakwa tidak salah. Jangan karena takut dikecam wartawan atau LSM (lembaga swadaya masyarakat), divonis salah supaya dibebaskan di MA, seperti itu tidak sehat,” kata Yusril saat dihubungi wartawan, Rabu (17/10/2012).

Menurut Yusril, selama ini berkembang opini sesat yang ditekankan ke masyarakat kalau hakim yang membebaskan seorang terdakwa korupsi adalah hakim yang korup. Yusril berharap majelis hakim yang mengadili Wa Ode tidak terpengaruh opini tersebut.

Yusril yang mengaku mencermati setiap proses persidangan atas Nurhayati bahkan menganggap tidak ada fakta yang membuat tuduhan ke mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu terbukti. "Saya tak melihat dari fakta di persidangan bahwa apa yang dituduhkan itu terbukti," ucap Yusril.

Dikatakannya, Wa Ode tidak pernah menerima uang dari pengusaha Fahd A Rafiq yang diberikan melalui Haris Surahman. Menurut Yusril, kliennya justru memerintahkan stafnya, Sefa Yolanda, untuk mengembalikan uang tersebut kepada Haris.

“Bahkan, Haris minta uang dikembalikan lebih banyak supaya dia tak ngoceh ke mana-mana. Jadi, justru ada kesan diperas. Itu jauh terjadi sebelum dia (Nurhayati) diperiksa," tutur Yusril.

Mantan menteri kehakiman ini pun menganggap bahwa kasus Wa Ode bukanlah penerimaan suap, melainkan percobaan penyuapan oleh pihak lain. Sebab, menurut Yusril, uangnya tidak pernah sampai ke Wa Ode. “Cuma sampai sekretarisnya, itu pun (sekretarisnya) dimarahi dan Haris sendiri mengakui uangnya dikembalikan,” katanya.

Terkait dengan kasus pencucian uang yang didakwakan kepada kliennya, Yusril menilai dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum KPK itu memang lemah dan tidak mendasar. Dia menilai seharusnya jaksa membuktikan dulu pidana penerimaan suapnya sebagai tindak pidana pokok sebelum menjerat Wa Ode dengan pencucian uang. "Masalahnya kalau pidana pokok suap tak terbukti, bagaimana bisa semua isi rekening dia dianggap sebagai money laundering?" ucapnya.

Dalam persidangan sebelumnya, Wa Ode dituntut hukuman 14 tahun penjara untuk dua perbuatan pidana. Pertama, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap terkait DPID senilai Rp 6,25 miliar. Kedua, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

Selain hukuman penjara, Wa Ode dituntut membayar denda Rp 500 juta untuk masing-masing tindak pidana. Nilai denda Rp 500 juta tersebut dapat diganti dengan kurungan tiga bulan. Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Wa Ode terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer. Untuk itu, jaksa menuntut hakim memvonis Wa Ode bersalah dan menghukumnya empat tahun penjara.

Terkait pencucian uang, Wa Ode dianggap terbukti melanggar Pasal 3 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai dengan dakwaan kedua primer sehingga jaksa meminta hakim menghukum Wa Ode 10 tahun penjara.

Berita terkait lainnya dapat diikuti di Topik: VONIS WA ODE

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Nasional
    KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

    KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

    Nasional
    Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

    Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

    Nasional
    KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

    KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

    Nasional
    Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

    Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

    Nasional
    PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

    PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

    Nasional
    Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

    Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

    Nasional
    Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

    Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

    Nasional
    Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

    Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

    Nasional
    Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

    Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

    Nasional
    Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

    Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

    Nasional
    Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

    Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

    Nasional
    DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

    DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

    Nasional
    JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

    JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

    Nasional
    JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

    JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com