JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi dikatakan tetap bisa menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi simulator ujian surat izin mengemudi (SIM), Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo dan Budi Susanto yang sebelumnya ditahan Kepolisian.
Penilain itu disampaikan pakar hukum pidana Universitas Padjajaran, Yesmi Anwar saat dihubungi wartawan, Rabu (10/10/2012). Menurutnya, KPK bisa langsung menahan dua tersangka itu dengan surat perintah penahanan yang baru. "Menurut saya, bisa saja langsung ditahan oleh KPK dengan surat perintah penahanan yang baru. Kalau DS (Djoko Susilo) belum ditahan, bukan berarti yang lain tidak bisa ditahan," katanya.
Kedua tersangka kasus simulator SIM itu ditahan Kepolisian sejak 3 Agustus lalu. Didik ditahan Kepolisian di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, sedangkan Budi di Rutan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Yesmi menilai, Kepolisian harus membebaskan dua tersangka itu karena masa penahanannya sudah habis.
Sesuai dengan Pasal 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, batas maksimal penahanan seseorang di tahap penyidikan adalah 60 hari. Pasal 21 Ayat 1 mengatakan, perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik hanya berlaku paling lama 20 hari. Kemudian pada Ayat 2 diatur kalau masa penahanan dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang apabila diperlukan guna pemeriksaan yang belum selesai.
Karena kini kasus simulator SIM dilimpahkan ke KPK, menurut Yesmi, lembaga antikorupsi itu tetap dapat menahan kedua tersangka dengan surat perintah penahanan yang baru. Dengan asumsi, penyidikan di KPK berbeda dengan di Kepolisian. KPK diasumsikan memulai kembali penyidikan kasus simulator dengan tersangka Didik dan Budi itu dari awal.
Yesmi juga menilai, kisruh penahanan ini terjadi akibat kesalahan Polri yang menyidik perkara kedua tersangka itu tidak sesuai dengan undang-undang. "Harusnya memang sejak awal KPK yang mengusut sesuai undang-undang KPK Pasal 50," ujarnya.
Oleh karena itu, jika kedua tersangka tersebut merasa keberatan dengan proses penahanan yang melebihi batasnya ini, keduanya dapat mengajukan gugatan praperadilan ke Kepolisian. "Kalau dua orang itu merasa keberatan dengan penahanan yang sudah dijalani, bisa mengajukan gugatan pra peradilan," ujar Yesmi.
Pendapat berbeda disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Hifdzil Alim. Menurut Hifdzil, jika pengertian penyidik dalam KUHAP itu termasuk penyidik KPK, maka KPK tidak dapat lagi menahan kedua tersangka itu.
"Jadi demi hukum ya harus dibebaskan," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah ini, tambahnya, KPK harus segera berkoordinasi dengan Kepolisian.
Terkait penahanan ini, Wakil Ketua KPK, Zulkarnain mengatakan akan mengkoordinasikannya lebih jauh dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Jika memang keduanya harus bebas demi hukum, KPK akan legawa.
"Ya legawa. Ini kan demi hukum, kita harus taat kepada hukum, etentuan hukum enggak bisa dilanggar. Tidak bisa ditahan, nanti kalau ditahan ya bisa di kesempatan lain, kan bisa di penuntutan," ujar Zulkarnain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.