Dalam kenyataan, upaya pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi dimulai saat Megawati jadi presiden. Kiprah lembaga antirasuah ini terus berlanjut hingga pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam Laporan Tahunan KPK 2011, tercatat peningkatan jumlah kasus yang ditangani KPK sejak 2004. Pada 2008-2009 terjadi peningkatan kasus yang masuk ke Divisi Penindakan KPK hingga dua kali lipat.
Namun, pada masa Yudhoyono pula, upaya membonsai kewenangan dan pelemahan KPK terjadi. Selain melalui upaya revisi UU KPK oleh DPR, Polri berusaha menarik penyidiknya dari KPK. Bahkan, pada malam hari 5 Oktober 2012 puluhan polisi mengepung Gedung KPK dan berusaha menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan. Tindakan itu merupakan bentuk intimidasi dan teror terhadap KPK.
Melalui jejaring sosial, publik menggugat ketegasan Presiden Yudhoyono dalam menghentikan intimidasi dan intervensi Polri terhadap KPK. Ketegasan yang dianggap identik dengan militer tak berlaku dalam kasus ini. Dengan kata lain, karakter tegas tak menjadi monopoli pemimpin berlatar belakang militer. Sebaliknya, ketegasan sangat mungkin melekat sebagai karakter kepemimpinan sipil.
Pilihan publik kepada karakter kepemimpinan sipil tak disertai dengan munculnya nama tokoh yang dinilai pantas memimpin di masa datang. Hampir separuh bagian responden survei menyatakan tidak tahu ketika diminta menyebutkan nama pemimpin sipil yang pantas menjadi presiden mendatang.
Setali tiga uang dengan nama tokoh militer. Hal ini menunjukkan publik belum merasa yakin ada tokoh yang benar-benar layak memimpin negeri ini. Inilah pekerjaan rumah yang menanti menjelang peralihan kekuasaan pada tahun 2014.(Litbang Kompas)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.