Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan di Pundak Pemimpin Sipil

Kompas.com - 08/10/2012, 11:58 WIB

BI Purwantari

Meskipun militer masih populer, publik lebih memilih sosok berlatar belakang sipil sebagai pemimpin nasional di masa datang. Karakter kepemimpinan yang egaliter, mementingkan dialog, berpihak pada kepentingan rakyat, dan tegas menegakkan hukum paling diperlukan untuk menyelesaikan masalah bangsa.

Jajak Pendapat Kompas pekan lalu di sejumlah kota mengungkapkan preferensi 703 responden atas sosok kepemimpinan nasional pada masa mendatang. Lebih dari separuh bagian responden menyatakan lebih memilih kalangan sipil daripada sosok berlatar belakang militer untuk menjadi Presiden. Hanya sepertiga bagian responden yang memilih tokoh militer sebagai Presiden.

Hasil jajak pendapat tersebut bertolak belakang dengan hasil pengumpulan pendapat yang dilakukan Litbang Kompas setahun lalu. Dalam jajak pendapat saat itu, publik berpendapat kalangan sipil belum mampu menggantikan kepemimpinan militer dalam berbagai jabatan publik yang strategis, termasuk Presiden (Kompas, 3/10/2011).

Pergeseran ini berkaitan dengan sejumlah contoh dari pemimpin sipil yang berhasil memikat hati masyarakat. Segelintir tokoh sipil tersebut menyeruak di antara catatan negatif banyak pejabat sipil di berbagai lembaga negara.

Bertentangan dengan banyak tokoh sipil yang terjerat kasus korupsi, mereka menoreh kesuksesan dalam memimpin suatu wilayah melahirkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat dan merombak sistem yang telah usang.

Publik survei menilai saat ini muncul karakter kepemimpinan sipil yang bisa menjadi contoh sekaligus tolok ukur bagi kriteria kepemimpinan nasional di masa datang. Sebanyak 80,5 persen responden menyebutkan, karakter kepemimpinan pasangan gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Basuki, yang baru saja terpilih merupakan duet kepemimpinan sipil yang bisa dijadikan contoh. Bahkan, publik menilai karakter kepemimpinan pasangan ini bisa dijadikan kriteria karakter kepemimpinan nasional di masa depan.

Fenomena ini memberi warna sekaligus harapan baru pada kepemimpinan sipil di masa depan. Sosok Jokowi dan Basuki dinilai banyak pihak membuka kemungkinan baru terciptanya kepemimpinan yang didambakan masyarakat. Itu terutama menyangkut karakter kepemimpinan yang mau melayani masyarakat, mengutamakan dialog untuk kepentingan rakyat, dan bersih dari praktik korupsi.

Karakter tersebut bertentangan dengan tipe kepemimpinan sipil yang dominan ada saat ini. Banyak kepala daerah cenderung bersikap sebagai pembesar dan bukan pemimpin. Alih-alih melayani masyarakat, mereka lebih sering menuntut untuk dilayani. Di samping itu, jika terjadi konflik antarkelompok masyarakat atau antara warga dan pemerintah, sering kali para pemimpin wilayah tersebut mengabaikan metode dialog untuk kepentingan rakyat.

Hal penting lainnya, banyak kepala daerah tidak bersih dari praktik korupsi. Catatan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, dari 33 gubernur, 17 di antaranya terlibat praktik korupsi. Belum terhitung bupati dan wali kota yang jumlahnya diduga kuat mencapai angka ratusan. Korupsi itu berkelindan dengan agenda DPRD memanfaatkan berbagai dana bantuan sosial ataupun anggaran rutin.

Kemunculan karakter kepemimpinan yang diinginkan masyarakat tersebut mendorong publik survei ini menilai positif kemampuan kepemimpinan sipil dalam menyelesaikan aneka persoalan bangsa dibandingkan dengan militer. Tiga dari empat responden merasa yakin bahwa pemimpin sipil memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan dan karut-marut pelayanan publik.

Apa yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam menata Kota Surabaya membuka mata masyarakat tentang dimungkinkannya pelayanan publik yang baik. Sejumlah taman kota dibangun oleh pemerintah kota untuk memberikan tempat bagi warga berinteraksi dengan nyaman tanpa dipusingkan oleh biaya.

Publik survei ini juga menaruh harapan lebih kepada pemimpin sipil daripada militer dalam menyelesaikan sejumlah persoalan lain, seperti perusakan lingkungan, konflik agraria, kekerasan di lingkup lembaga pendidikan ataupun terhadap kelompok minoritas agama. Lebih dari separuh bagian responden menyatakan hal tersebut.

Di samping karakter kepemimpinan yang berpihak pada kepentingan rakyat, publik survei ini mencermati dibutuhkannya karakter kepemimpinan yang tegas. Ketegasan itu diyakini separuh lebih bagian responden dimiliki oleh sosok berlatar belakang militer. Meskipun demikian, publik juga menilai kemampuan pemimpin sipil dan militer dalam penyelesaian kasus-kasus yang membutuhkan ketegasan cukup berimbang.

Di satu pihak, 46,4 persen responden menyatakan pemimpin sipil mampu menyelesaikan kasus korupsi para pejabat negara. Di pihak lain, 41,7 persen menyuarakan dibutuhkan pemimpin berlatar belakang militer untuk memberantas korupsi.

Dalam kenyataan, upaya pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi dimulai saat Megawati jadi presiden. Kiprah lembaga antirasuah ini terus berlanjut hingga pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam Laporan Tahunan KPK 2011, tercatat peningkatan jumlah kasus yang ditangani KPK sejak 2004. Pada 2008-2009 terjadi peningkatan kasus yang masuk ke Divisi Penindakan KPK hingga dua kali lipat.

Namun, pada masa Yudhoyono pula, upaya membonsai kewenangan dan pelemahan KPK terjadi. Selain melalui upaya revisi UU KPK oleh DPR, Polri berusaha menarik penyidiknya dari KPK. Bahkan, pada malam hari 5 Oktober 2012 puluhan polisi mengepung Gedung KPK dan berusaha menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan. Tindakan itu merupakan bentuk intimidasi dan teror terhadap KPK.

Melalui jejaring sosial, publik menggugat ketegasan Presiden Yudhoyono dalam menghentikan intimidasi dan intervensi Polri terhadap KPK. Ketegasan yang dianggap identik dengan militer tak berlaku dalam kasus ini. Dengan kata lain, karakter tegas tak menjadi monopoli pemimpin berlatar belakang militer. Sebaliknya, ketegasan sangat mungkin melekat sebagai karakter kepemimpinan sipil.

Pilihan publik kepada karakter kepemimpinan sipil tak disertai dengan munculnya nama tokoh yang dinilai pantas memimpin di masa datang. Hampir separuh bagian responden survei menyatakan tidak tahu ketika diminta menyebutkan nama pemimpin sipil yang pantas menjadi presiden mendatang.

Setali tiga uang dengan nama tokoh militer. Hal ini menunjukkan publik belum merasa yakin ada tokoh yang benar-benar layak memimpin negeri ini. Inilah pekerjaan rumah yang menanti menjelang peralihan kekuasaan pada tahun 2014.(Litbang Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com