Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membunuh KPK

Kompas.com - 03/10/2012, 09:24 WIB

Posisi kejaksaan yang berada di bawah presiden akan membuat penanganan kasus korupsi rentan karena di bawah kendali kepentingan politik. Koruptor dari partai penguasa akan sulit disentuh. Upaya pemberantasan korupsi bahkan bisa menjadi alat membunuh lawan politik.

Kedua, di RUU KPK adalah terbukanya peluang penghentian penuntutan kasus korupsi di kejaksaan. Hal ini merupakan konsekuensi dari pemangkasan kewenangan penuntutan KPK.

Ketiga, penyadapan akan lebih rumit. Padahal, kita tahu, selama ini penyadapan yang dilakukan KPK berperan penting di balik sejumlah penangkapan pelaku suap, baik anggota DPR, hakim, maupun jaksa. Kalaupun ada sejumlah pihak yang meragukan akuntabilitas penyadapan selama ini, seharusnya yang dilakukan adalah audit penyadapan. Agar lebih fair, audit harus dilakukan pada semua institusi penegak hukum dan intelijen dengan kewenangan penyadapan.

Keempat, tampak upaya memutihkan perkara korupsi yang terjadi sebelum KPK terbentuk dengan menghilangkan Pasal 68 UU KPK. Padahal, ini menjadi dasar hukum untuk memproses kasus seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atau kasus lain pada era Soeharto yang penanganannya belum selesai saat KPK dibentuk. KPK pernah membentuk tim untuk mengusut skandal BLBI yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. Tanpa Pasal 68, para koruptor BLBI akan diuntungkan.

Putusan MK

Selain empat poin di atas, poin kelima adalah draf ini melanggar putusan MK tentang tidak adanya kewenangan KPK menghentikan penyidikan dan konsep steger mechanism dalam kepemimpinan KPK.

Keenam, dengan dalih KPK harus diawasi, disisipkan pasal Dewan Pengawas KPK. Kita setuju semua kekuasaan harus diawasi, tetapi melihat pasal ini tampak adanya upaya untuk memperbesar kewenangan DPR memilih anggota Dewan Pengawas. Potensi intervensi politik terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi semakin terbuka. Hal ini terasa sangat paradoks di tengah sejumlah proses hukum yang menjerat para petinggi partai politik dengan tuduhan korupsi.

Selain itu, argumentasi yang menyesatkan dan ahistoris sering kali disampaikan sejumlah anggota DPR. Dengan alasan KPK adalah lembaga ad hoc, dalam pengertian bersifat sementara waktu, DPR menolak anggaran pembangunan gedung baru, perekrutan penyidik independen, pembentukan kantor cabang, dan hal-hal lain untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi.

Padahal, jika diperhatikan, dalam proses pembahasan UU No 30/2002 tentang KPK, hanya satu Fraksi Golkar yang menyatakan bahwa KPK bukanlah lembaga permanen. Itu pun disampaikan pada pendapat mini fraksi dan kemudian tidak ditemukan pada pendapat akhir fraksi.

Tampaklah bahwa argumentasi hukum, sosial, dan politik yang mendukung penguatan KPK akan dikubur dan dibuang jauh- jauh bagi koruptor dan konco- konconya, yang penting, KPK harus mati!

Pada sebuah poster lain, di bawahnya tertulis, ”Jika Sudah Begini, Apakah Anda Akan Diam Saja? Bangkit! Lawan Korupsi!”

Para politisi bersih dan masyarakat sepatutnya bergabung dalam perang melawan korupsi. Perang melawan para vampir.

Febri Diansyah Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch
Kontroversi seputar wacana revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

    Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

    Nasional
    Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

    Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

    Nasional
    Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

    Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

    Nasional
    Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

    Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

    Nasional
    Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

    Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

    Nasional
    APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

    APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

    Nasional
    Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

    Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

    Nasional
    Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

    Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

    Nasional
    Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

    Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

    Nasional
    Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

    Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

    Nasional
    GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

    GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

    Nasional
    Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

    Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

    Nasional
    Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

    Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

    Nasional
    PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

    PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

    Nasional
    Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

    Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com