Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Keributan "Komodo"

Kompas.com - 05/11/2011, 10:26 WIB

Proses surat-menyurat dengan N7W pun aktif dilakukan. Berdasarkan informasi dari N7W, butuh dana besar untuk menjadi tuan rumah. Hitungan mereka, Indonesia harus mengeluarkan biaya penyelenggaraan sekitar 35 juta dollar AS atau Rp 383 miliar.

Mekanisme pembiayaan bukan dibebankan kepada negara, melainkan dicari melalui sponsor, mirip pemilihan Miss Universe atau American Idol. Namun, menurut Sapta, tak ada sponsor Indonesia yang sanggup membiayai acara deklarasi. Oleh karena tak mungkin mengambil dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Indonesia mengurungkan niat menjadi tuan rumah.

Inilah pemicu konflik dengan N7W. Melalui sarana telekonferensi yang diadakan Jusuf Kalla, Jumat (4/11), di Kantor Pusat Palang Merah Indonesia di Jakarta, Jean-Paul de la Fuente, Direktur N7W, mengatakan, Pemerintah Indonesia tak bisa dipercaya. ”Jika seseorang menyatakan sanggup, omongan mereka yang kami pegang,” kata dia.

Dianggap ingkar janji, N7W awalnya hendak mencoret komodo sebagai finalis Tujuh Keajaiban Dunia. Namun, keputusan akhir N7W mencoret Kembudpar sebagai OSC. Komodo bisa terus mengikuti kontes asalkan ada pendukung lainnya yang menjadi OSC.

Merasa diancam N7W, Kembudpar resmi mundur dari ajang kontes Tujuh Keajaiban Alam Dunia. Sebelumnya, pemerintah dibantu Kedubes RI di Swiss dan sejumlah wartawan mendatangi kantor N7W. Hasilnya, alamat N7W tak jelas, kode pos antara kop surat dan lokasi kantor berbeda, dan banyak kejanggalan lain. ”Kami berkesimpulan lembaga ini tak kredibel,” kata Jero Wacik, yang waktu itu Menbudpar.

Setelah Kembudpar tak lagi jadi OSC, aktivis lingkungan Emmy Hafild bersama sejumlah rekannya dalam Pendukung Pemenangan Komodo (P2K) menyatakan sanggup menjadi OSC. P2K lalu mengupayakan agar voting tak hanya lewat internet, tetapi juga lewat pesan singkat (SMS) agar lebih banyak diakses masyarakat Indonesia. Mereka juga menggandeng Jusuf Kalla, Ketua Umum PMI, sebagai Duta Pemenangan Komodo.

Pada awal kampanye P2K, voting melalui SMS ini dikenai tarif Rp 1.000 per SMS. Namun, karena sulit menarik dukungan, melalui lobi-lobi Jusuf Kalla, tarif SMS turun jadi Rp 1 per SMS. ”Uang itu akan kami kembalikan kepada operator sebagai tanda terima kasih masyarakat kepada operator,” kata Kalla.

Jean mengatakan, saat voting ditutup tanggal 11 November 2011, mereka akan mengumumkan hasil sementara voting.

Bagi Jusuf Kalla, yang penting komodo terkenal dulu ke seluruh dunia sehingga wisatawan asing berdatangan ke Indonesia. Bagaimana jika akhirnya justru mengganggu konservasi komodo? ”Komodo dijadikan wisata eksklusif,” kata Kalla.

Wisatawan asing dikenai tarif mahal dan jumlahnya dibatasi sesuai aturan konservasi. Saat mengantre inilah, wisatawan asing mengunjungi obyek-obyek wisata lain di Tanah Air.

Sayang, gagasan pengembangan pariwisata ini tak dipahami. Yang muncul polemik keabsahan N7W, aliran potongan pulsa SMS, dan sebagainya.

Apabila kesejahteraan manusia muaranya, hendaknya semua upaya dilandasi kejujuran dan ketulusan. (Lusiana Indriasari dan Stefanus Osa)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

    Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

    Nasional
    'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

    "Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

    Nasional
    Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

    Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

    Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

    Nasional
    Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

    Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

    [POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

    Nasional
    Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

    Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

    Nasional
    Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

    Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

    Nasional
    Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

    Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

    Nasional
    KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

    KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

    Nasional
    Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

    Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

    BrandzView
    Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

    Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

    Nasional
    Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

    Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com