Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditahan Polisi, Sepupu SBY Kirim Surat Terbuka ke SBY

Kompas.com - 09/09/2011, 09:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Nur Tjahjono (50), sepupu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditahan polisi karena perkara utang piutang. Ia mendekam di rumah tahanan Pacitan sejak 23 Juli 2011. Ia mengirim surat terbuka kepada Presiden Yudhoyono mengadukan masalahnya.

"Saya disangka menipu karena tidak mengembalikan uang pribadi pelapor yang katanya dikeluarkan pada saat menjadi tim sukses saya sewaktu proses Pilkada Bupati Pacitan 2010 Desember kemarin," terang Tjahjono dalam suratnya yang juga dikirim ke Kompas.com, Kamis (8/9/2011). Surat itu ditulisnya dari balik jeruji.

Dalam surat tertanggal 6 September 2011 itu, Tjahjono menyebut Yudhoyono dengan kakanda dan menyebut dirinya dengan adinda. Ibu Tjahjono adalah adik kandung ayah Yudhoyono. Ia bertanya pada Yudhoyono, kenapa nama Yudhoyono dibawa-bawa polisi sebagai restu untuk menahan dirinya.

"Adinda tidak mengerti dan tidak habis pikir kenapa dalam masalah ini mereka melibatkan nama keluarga. Semua pihak membawa nama Cikeas. Izin dan restu Cikeas selalu disebut untuk menangkap dan menahan Adinda," tulisnya.

Tjahjono mencalonkan diri sebagai calon Bupati Pacitan periode 2010-2015. Dia kalah. Setelah itu, sejumlah orang yang mengaku sebagai tim suksesnya menggugat secara perdata terkait utang piutang. Informasi yang dihimpun Kompas.com, para penggugat mengumpulkan KTP untuk kepentingan pencalonan Tjahjono. Satu KTP dihargai sekian rupiah.

Usai Pilkada, Tjahjono tak membayar kewajibannya yang mencapai sekitar Rp 900 juta. Pengadilan Negeri Kabupaten Pacitan memenangkan gugatan para penggugat dan memutuskan menyita harta bendanya.

Dalam suratnya kepada Yudhoyono, Tjahjono tidak menceritakan apakah persoalan yang membuatnya ditahan terkait masalah di atas. Ia hanya menyebut, ada yang melaporkan dirinya dengan tuduhan penipuan.

Terkait tuduhan itu, ia menyatakan, tidak pernah memerintahkan pelapor untuk menggunakan atau mengeluarkan uang pribadi. Ia juga menyatakan tidak pernah melakukan transaksi pinjam meminjam selama proses Pilkada.

Semula, lanjutnya, saat ia mulai ditahan, ada komunikasi yang terjadi antara pejabat Polres Pacitan dengan seseorang di Jakarta yang mengaku sebagai ajudan Yudhoyono. Ada janji yang diucapkan ajudan itu bahwa pihak Cikeas akan melunasi sejumlah uang yang dianggap sebagai kerugian pihak terlapor.

Pihak terlapor juga sepakat akan mencabut pengaduannya jika uangnya diganti. Namun, janji dari orang yang mengaku sebagai ajudan Yudhoyono tersebut tak kunjung terealisasi.

Tjahjono kembali bernegosiasi dengan pelapor. Hasilnya, pelapor bersedia mencabut pengaduannya. Namun, pihak Polres, tulisnya, tak bersedia menghentikan kasus ini.

"Semua pihak memberi keterangan bahwa masalah ini harus lanjut karena sudah ada titipan dari keluarga," tulis Tjahjono. Ia menulis kata keluarga dengan huruf besar. Kata keluarga mengacu pada keluarga Cikeas.

"Adinda ini terlalu kecil ibarat sebutir kerikil yang terlempar di jalanan, atau hanya seekor cacing yang kepanasan, atau ibarat hanya sekecil semut yang berlarian di kandang gajah. Jadi tidak ada gunanya kalau nama keluarga berperan dalam masalah nasib saya ini," tulisnya.

"Saya menyadari si kecil ini bisa saja segera binasa oleh sebuah kekuatan yang besar. Namun, adinda tetap berjuang untuk hidup dan kehidupan karena adinda punya anak dan isteri dan juga punya keyakinan bahwa tak sepantasnya yang besar harus menginjak-injak yang kecil," imbuhnya.


Baca juga: Tahan Sepupu SBY, Polisi Bawa Nama Keluarga Cikeas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com