Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Densus 88 Sudah Banyak yang Mengawasi

Kompas.com - 24/05/2011, 14:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengawasan internal ataupun eksternal terhadap kinerja Densus 88 Antiteror Polri selama ini dinilai cukup memadai. Meski demikian, Polri tetap mempersilakan jika dibentuk badan pengawas kerja Densus 88.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, Polri telah memiliki satuan pengawas internal, yakni Inspektorat Pengawasan Umum serta Divisi Profesi dan Pengamanan. Kedua satuan itu akan menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat ataupun pelanggaran prosedur saat bekerja.

"Jadi, kalau kita melihat, secara internal cukup memadai terhadap upaya-upaya pengawasan. Kita sudah ada aturan-aturan, menggelar sidang disiplin, kode etik profesi, dan juga sidang pelanggaran pidana yang dilakukan anggota Polri," ucap Boy di Mabes Polri, Selasa (24/5/2011).

Boy dimintai tanggapannya atas pernyataan pengamat teroris Sidney Jones yang meminta dibentuk semacam dewan pengawas. Dewan itu dapat menyelidiki operasi Densus 88, khususnya menginvestigasi setiap ada yang terbunuh saat penangkapan.

Usul itu disampaikan menyusul tewasnya 28 terduga teroris dalam berbagai penangkapan di Indonesia sejak Februari 2010. Ia menilai jumlah itu terlalu banyak. Mungkin tak semua orang yang ditangkap betul-betul mengancam polisi sehingga diperlukan penembakan.

Boy menambahkan, selain eksternal, berbagai pihak terus menyoroti kinerja Polri selama ini, seperti Kompolnas, Komnas HAM, media, Ombudsman, LSM, dan masyarakat. "Itu semua melakukan fungsi kontrol tugas polisi," ucap Boy.

Meski demikian, lanjut Boy, pihaknya terbuka jika diperlukan badan pengawas lain. "Jadi kita sangat terbuka jika ada lagi ide-ide yang mau disampaikan tentang pengawasan Densus, silakan. Kita kan memang harus selalu siap diawasi. Jadi kita ini kan pelayan publik, diatur oleh publik. Publik berhak mengontrol," ucap Boy.

Sesuai prosedur

Boy menambahkan, tindakan keras Densus 88 selama ini telah sesuai prosedur. Penembakan hingga mengakibatkan tewasnya terduga teroris terpaksa dilakukan agar tidak jatuh korban, baik dari petugas maupun masyarakat di sekitar lokasi.

"Kita bisa lihat sendiri bagaimana tingkat bahayanya kelompok teroris yang dihadapi petugas kita. Mereka menganggap mengorbankan nyawa adalah bagian dari perjuangan. Sewaktu-waktu di rumah dia bisa ada bom, senjata api. Penangkapan ini pada suatu kondisi yang tidak bisa dipandang remeh atau diajak ngomong baik-baik," jelas Boy.

"Jadi semua tindakan sesuai prosedur yang ada. Sudah mengacu pada Konferensi Geneva tentang upaya paksa dan penggunaan senjata api yang dilakukan aparat penegak hukum," pungkas Boy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com