Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruminah: Kami Belum Rasakan Reformasi...

Kompas.com - 21/05/2011, 20:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di halaman kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Sabtu (21/5/2011), Ruminah duduk berdampingan dengan Ruyati. Keduanya tak keberatan dan tak jemu-jemunya mengingat masa lalu demi sebuah penyelesaian hukum.

Tepat 13 tahun lalu, seiring dengan bergulirnya momen reformasi di Indonesia, putra mereka justru tak ketahuan rimbanya hingga sekarang. "Saya merasa belum ada reformasi," ungkap Ruminah lirih ketika dipersilakan bicara.

Putranya, Gunawan, kala itu berumur 16 tahun. Ketika kerusuhan Mei 1998 bergulir, Ruminah tak pernah mendapat kabarnya lagi. Menurut informasi, putranya itu sudah dimakamkan. Tapi, menurut dia, hanya bajunya yang dikubur.

Pengalaman pahit itu pun tampaknya diabaikan oleh pemerintah. Berkas hukum terus menggantung di Kejaksaan Agung. Berbagai lobi diupayakan oleh keluarga korban, baik ke Komnas HAM, DPR, Kejaksaan Agung, dan terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hasilnya? Masih nihil.

"Saya merasa belum ada reformasi karena korban belum dapat keadilan. Kan selagi kasus-kasus Soeharto belum diselesaikan, belum ada reformasi. Bagi saya, sudah 13 tahun ini pemerintah belum ada tanggapan apa-apa dari kasus-kasus di 1998 dulu. Menurut saya, belum ada reformasi," katanya.

Menurut pengertiannya, reformasi berarti ada perubahan dan penyelesaian, seperti penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang diamanatkan di awal masa reformasi.

Itu diketahuinya dari sejumlah aktivis Kontras yang mendampinginya bersama keluarga korban lainnya. Menurut dia, reformasi tak hanya bisa diartikan dengan kebebasan berbicara dan berpendapat seperti saat ini selama keadilan hukum tidak terwujud.

Ruyati juga mengangguk, setuju terhadap cerita Ruminah. Rasa kehilangan akan putranya, Eten Karyana, masih tersimpan. Hanya dompet dan kartu tanda penduduk (KTP) milik putranya yang terakhir kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia yang kini masih disimpannya sebagai pengobat rasa kangen.

"Saya enggak akan bosan bicara terus. Sampai sekarang SBY tak kelihatan mau menyelesaikan pelanggaran HAM. Berkas kami saat ini digantung di Kejaksaan Agung," ungkapnya.

Bagi Ruminah dan Ruyati, reformasi belum ada artinya. Menurut rekan mereka, Saiful, yang menjadi keluarga korban Tragedi Tanjung Priok, suasana reformasi masih gelap. "Saya harap SBY mampu melakukan gebrakan, jangan takut ditinggalkan. Jangan hanya menjanjikan teori, tapi aplikasinya tidak ada. Kalau dia mau, penyelesaian bisa tuntas," katanya.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Yati Andriani mengatakan, kemauan politik dari pemerintahan Presiden SBY-lah yang diperlukan. Rekomendasi DPR sudah dikeluarkan. Presiden seharusnya bisa langsung menanggapinya dengan mengeluarkan keppres seperti yang dilakukan mantan Presiden Abdurrahman Wahid. Tapi, justru saat ini para keluarga korban terkesan "dipingpong".

"Kami yakin, kalau Presiden sendiri enggak mau mengambil risiko politik untuk menyelesaikan, ya sulit untuk selesai. SBY kami lihat enggak seperti Gus Dur yang berani, keppres waktu itu langsung keluar. Sekarang, sudah dua tahun dilobi, katanya terus sedang mencari format yang tepat untuk penyelesaian. Alasannya begitu terus," jelas Yati.

"Kenapa enggak institusi-institusi dioptimalkan untuk menindaklanjuti rekomendasi. Jangan-jangan format yang tepat itu cuma pertimbangan politik SBY saja. Bohong menurut kami kalau SBY katakan hukum sebagai panglima," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com