Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Tidak Boleh Ada Dana Talangan

Kompas.com - 10/05/2011, 20:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Setia Budi Ari Janta, mengungkapkan, sistem dana talangan untuk membiayai suatu proyek pemerintah menyalahi aturan.

Menurutnya, suatu Kementrian sewajarnya tidak lagi mencari dana talangan dari pihak luar jika telah mengganggarkan biaya untuk pembangunan suatu proyek dalam APBN. Sebab, dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, pemerintah dilarang menandantangani kontrak pengerjaan proyek sebelum APBN untuk proyek tersebut turun.

"Kalau dana sudah masuk di APBN, APBD, DIPA kementrian berarti nggak perlu dana. Di PP 54 ada ketentuan pemerintah dilarang mengikat kontrak yang anggarannya belum tersedia atau melebihi pagu anggaran yang tersedia," katanya ketika dihubungi, Selasa (10/5/2011).

Pernyataan Setia Budi tersebut menanggapi alasan sejumlah tersangka dugaan suap pembangunan wisma atlet yang berdalih bahwa cek senilai Rp 3,2 miliar yang diberikan tersangka dari PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris kepada Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam adalah dana talangan.

Mindo Rosaline Manulang yang juga menjadi tersangka karena diduga memediatori Wafid dan El Idris menyatakan hal tersebut. Demikian juga Kuasa hukum Wafid, Erman Umar yang mengatakan bahwa dana dari El Idris merupakan dana talangan untuk membiayai proyek SEA Games sebelum APBN turun.

Erman juga mengutip Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nomor 3 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat, menyumbang dana untuk proyek olahraga diperbolehkan.

Menurut Setia Budi, sumbangan masyarakat memang diperbolehkan. Namun, sumbangan itu, katanya harus dicatat di dalam APBN/APBD terlebih dahulu. Tidak boleh ada dana dari masyarakat yang masuk ke suatu kementrian untuk suatu proyek setelah APBN disahkan.

"Semua pungutan dana masyarakat harus dicatatkan di APBN dulu, penerimaan, pendapatan, dan pengeluaran, harus dicatat dalam APBN dulu, kecuali sejak awal memang menggunakan mode investasi," kata Setia.

Ia melanjutkan, model ivestasi dimungkinkan untuk digunakan instansi pemerintah dalam pengadaan barang/jasa. Namun, jika menggunakan model investasi, hanya boleh ada satu perusahaan yang membiaya pembangunan proyek pemerintah terlebih dahulu. "Perusahaannya juga harus melalui tender," katanya.

Kemudian biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut akan diganti sesuai dengan kesepakatan pemerintah dan si perusahaan. "Bisa dengan konsesi, dengan kerja sama operasi, di beberapa daerah prakteknya dibayarkan nyicil. Misalnya investor minyak, sampai keluar hasilnya, 20 tahun, bagi hasil," paparnya.

Untuk pembangunan wisma atlet, katanya, mungkin saja menggunakan model investor tersebut. Namun, katanya, model investor dimungkinkan jika biaya pembangunan proyek belum dianggarkan di APBN dan hanya ada satu perusahaan yang membiayai.

Sementara dalam kasus pembangunan wisma atlet, seperti yang diberitakan, proyek pembangunan wisma atlet sudah dianggarkan dalam APBN 2010-2011. Pihak Wafid juga mengatakan, pengusaha selain El Idris turut menyumbang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com